42 ALINGGA

11K 1K 138
                                    


Alasan kenapa Alingga begitu menyukai susu strawberry ketika sedang sedih ataupun emosi, karena dulu Lintang memberikannya susu itu saat Alingga pertama kali masuk TK. Katanya jika ada masalah yang entah bisa dia selesaikan atau tidak juga jika Alingga tidak nyaman dengan teman barunya, susu strawberry itu akan membuatnya tenang. Dan Alingga percaya itu sampai sekarang.

Ia percaya dengan sekotak susu maka semua masalahnya akan hilang, tapi nyatanya setelah kotak ke lima belas yang ia minum emosinya masih meluap, ketakutannya semakin mendesaknya ke sudut paling gelap, sendirian, ketakutan dan bingung siapa lagi yang harus ia salahkan selain dirinya sendiri.

Satu hal yang harus di ketahui, orang yang tidak pernah menunjukkan perasaan sedihnya adalah orang yang harus sering di perhatikan. Tahu kenapa? Karena ia sudah menyatu dengan kesedihan, tidak bisa lagi membedakan mana yang benar-benar melukainya dan mana yang mengobatinya. Ia akan jatuh dan terinjak tanpa dia menyadarinya.

Laki-laki itu meremas kotak susu di tangannya hingga kuku jarinya memutih, detak jantungnya berpacu cepat mengikuti emosinya.

"Den.." tangan kasar namun selalu memeluknya itu menyentuh lengan Alingga hingga mata laki-laki itu terbuka, bi Meli menatapnya dengan sedih.

Perempuan paruh baya itu menyerahkan sebuah kartu. "Tadi pak Derry kesini ngasih kartu debit ini ke bibi, katanya bapak blokir kartu yang lama supaya den Lingga nggak ngasih ke ibu lagi, isinya masih sama."

Laki-laki itu menerimanya dalam diam, bingung juga kenapa Papanya masih memberikannya uang padahal jelas Alingga bukan lagi tanggung jawabnya.

"Pak Derry juga ada bilang sesuatu sama bibi, tapi den Lingga jangan kaget," bi Meli mengusap bahu Alingga dengan lembut.

Laki-laki itu mendongak. "Apa?"

"Ibu sama suaminya masuk penjara karena ketahuan pakai narkoba, pak Derry bilang bapak nyuruh dia jangan kasih tahu di tangkap dimana, takut den Lingga khawatir," ujar bi Meli dengan lembut, tangannya masih setia mengelus bahu laki-laki itu.

Alingga menunduk, menatap kosong kearah kedua kakinya yang tertekuk. "Lingga nggak perduli, terserah mereka mau gimana."

Bi Meli mengangguk seolah mengerti, beberapa saat ia diam sebelum kembali menyentuh bahu Alingga.

"Bapak masuk rumah sakit, kalau den Lingga mau bisa jenguk besok," bi Meli mengalihkan pandangannya, melihat dengan tatapan terluka kearah kotak-kotak susu yang berserakan, dia tahu majikannya itu sedang tidak baik-baik saja, tapi di tanya sekalipun juga pasti laki-laki itu tidak akan mau bicara.

"Lingga nggak mau," bisiknya dengan suara bergetar, ia menggelengkan kepalanya. "Lingga takut Papa makin marah."

"Iya udah gak papa, bibi keluar ya."

Bi Meli berdiri, ia tersenyum tipis dan berjalan kearah pintu. Namun, baru saja perempuan paruh baya itu akan menarik gagang pintu, suara lirih Alingga membuat pertahanannya runtuh. "Bi Meli.."

"Bi, tadi Lingga hampir minum cairan pembersih kamar mandi.."

"Den?!" Mata bi Meli melebar, ia langsung berhambur memeluk tubuh kurus majikannya itu. "Den Lingga nggak papa?"

Alingga menggeleng pelan, tangannya yang dingin gemetar. "Lingga takut.."

"Semakin dewasa kita semakin sendirian ya bi? Lingga mau kembali jadi anak kecil aja, Lingga takut sendirian."

"Ya Allah den Lingga!"

"Jagain Lingga bi, jagain.." bisiknya bergetar. Kedua tangannya meremas tangan bi Meli, matanya panas dan ia tidak tahu harus bagaimana lagi.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang