Elania mengeluarkan sebuah benda dari dalam tas selempangnya. Dia kemudian menatap benda yang baru dia keluarkan tadi dengan tatapan sendunya. Benda berbentuk persegi panjang dengan pita merah yang menghiasinya. Kemudian dengan berat hati dia menaruhnya ke atas meja dihadapannya lantas mendorongnya sampai kehadapan pria paruh baya yang duduk tepat di seberangnya. Pria yang memakai baju berwarna oranye bertuliskan 'Tahanan' dibagian belakangnya.
Pria paruh baya itu menatap benda tersebut cukup lama sebelum dia mengambil benda itu, kemudian menarik pita merah yang mengikat benda tersebut.
Seketika, dua nama yang terukir indah dengan tinta keemasan pada permukaan benda tersebut terpampang dengan jelas di matanya. Dia mendongakkan kepalanya menatap sosok wanita dihadapannya dengan tatapan lembutnya. Dia lantas mengulurkan tangannya ke depan menggapai tangan putrinya lalu menggenggamnya dengan sangat erat.
"Maaf ya El, Ayah nggak bisa hadir" ujarnya disusul dengan senyuman penuh rasa bersalahnya.
Elania tersenyum sembari menganggukkan kepalanya pelan. Dia pun balas menggenggam tangan Ayahnya dengan lembut, "El nggak papa Yah, yang terpenting Ayah kasih restu Ayah buat El dan..." Elania melirik sosok pria yang sedari tadi duduk di sampingnya, "...Mas Ar"
Ayah menganggukkan kepalanya dengan tegas, "pasti" Ayah menggulirkan bola matanya menatap sosok pria yang duduk di sisi Elania, "...Mas Ar itu kan laki-laki yang baik. Dia layak menjadi pasangan perempuan sesempurna El" ujar Ayah memuji Ardhan sekaligus Elania yang kemudian dibalas senyuman manis Elania dan Ardhan.
"Ar janji akan selalu bahagiain El, Yah. Dan Ar juga Elania akan nunggu Ayah untuk ikut kumpul bersama kita di rumah kecil kita" ujar Ardhan. Dia kemudian mengusap bahu Elania saat dia menyadari bahwa kedua mata Elania mulai berkaca-kaca.
Ayah melemparkan senyuman manisnya saat mendengar perkataan tulus Ardhan, "Sekalipun Mas Ar nggak janji sama Ayah. Ayah akan selalu percaya sama Mas Ar..."
Ayah kemudian bangkit dari posisinya ketika seorang polisi datang dan mengatakan bahwa jam besuk telah habis.
Elania pun ikut bangkit dari posisinya kemudian dia memeluk Ayahnya dengan sangat erat melepaskan rindu yang tidak benar-benar terhapus meskipun mereka duduk saling berhadapan, dan menatap tanpa ada sekat, "Semoga pernikahan kalian selalu diisi oleh kebahagiaan ya sayang. Maafin Ayah yang nggak bisa temenin El di acara pernikahan El nanti" bisik Ayah di depan telinga Elania.
Setetes air mata jatuh membasahi pipi Elania. Elania pun menganggukkan kepalanya pelan menjawab perkataan Ayahnya, "iya Ayah" ujar Elania dengan suara paraunya.
Pelukan mereka pun terlepas. Ayah menatap Elania dengan tatapan penuh sayang, dia tampak mengusap lengan Elania dengan lembut memberikan kekuatan untuk Elania yang pasti berat menerima kenyataan bahwa Ayahnya tidak akan bisa menemaninya di acara pernikahannya nanti, sebelum dia berjalan pergi meninggalkan Elania dan Ardhan di sana, kembali ke dalam sel tahanan.
Ardhan pun bangkit dari posisinya kemudian melangkahkan kakinya menghampiri Elania. Elania menolehkan kepalanya ke arah Ardhan yang mengusap air mata yang membasahi pipi Elania. "Jangan nangis sayang" ujar Ardhan dengan lembut. Dia kemudian merangkul bahu Elania lalu mengusap lengan Elania dengan lembut. "Kita pulang ya El"
Elania menganggukkan kepalanya dalam tempo pelan. Mereka berdua pun berjalan keluar dari kantor polisi menuju ke area parkiran di mana mobil Ardhan diparkirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teachers (✓)
Fanfiction(Completed) Local Fanfiction Cast : Yerin, Hoshi & Dokyeom Romance | Friendship | Hurt THE TEACHERS Ini hanya cerita sederhana yang bermula dari seorang guru kimia dari SMAN 17 Cirebon yang merasa penasaran dengan apa penyebab seorang siswa dari kel...