Suara detik jam weker di salah satu kamar yang cukup luas dan mewah menggema. Ardhan dengan raut wajah datarnya berbaring dalam posisi menyamping menatap jarum jam sebuah jam weker hitam yang berada di atas nakas, yang terus bergerak memutari semua angka yang ada di dalamnya.
Detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu, jam demi jam berlalu, sampai akhirnya jarum pendek merujuk ke angka enam pagi dan jarum panjang merujuk ke angka dua belas, jarum panjang berwarna merah tampak masih bergerak, begitu menunjuk angka dua belas suara nyaring jam weker menguar sampai kesetiap sudut kamar Ardhan.
KRINGGG!!! KRINGGG!!!
Ardhan mengulurkan tangannya ke depan lantas mematikan jam weker. Dia sudah bangun sejak tadi---ah ralat, tepatnya belum tidur semalaman ini meskipun dia sudah berusaha untuk tidur. Mulai dari mengajak ngobrol Elania dan Davi dengan diakhiri suara lullaby yang Davi lantunkan, memainkan ponsel sampai bosan, dan diakhiri membaca belasan komik, tetap saja Ardhan tidak bisa tidur sampai akhirnya hanya bisa diam berbaring sembari menatap jam weker berharap hari segera berganti dan kegelapan pudar dengan fajar yang kian menyingsing.
Ardhan bangkit dari posisinya bersiap untuk masuk ke kamar mandi, membersihkan diri dan kemudian berangkat ke sekolah melakukan kewajibannya sebagai seorang guru.
Baru juga duduk Ardhan sudah mengerutkan keningnya dalam-dalam lantaran rasa pusing yang menjalar sampai ke setiap inci kepalanya. Ardhan memutar badannya ke samping, menaruh kedua sikunya ke atas kedua lututnya setelah kedua kakinya menginjak lantai yang jika diibaratkan sudah sedingin es. Biasanya menjadi masalah yang kerap kali membuat Ardhan ogah beranjak dari kasur empuknya, tapi kali ini agak berbeda, dingin yang seharusnya begitu menusuk itu justru terasa kebas bagi Ardhan lantaran pusing di kepala Ardhan yang jauh lebih mendominasi.
Ardhan menggelengkan kepalanya pelan berharap bisa mengusir rasa sakit dikepalanya. Tidak benar-benar hilang, tapi setidaknya jauh lebih baik.
Ardhan pun segera memunguti komik-komiknya yang berserakan di atas kasur, ada sekitar dua belas komik. Ardhan kemudian berjalan sampai ke depan rak yang berada di salah satu sisi kamarnya, matanya menyipit lucu saat cahaya matahari tampak menyorot ke wajahnya melewati jendela yang hanya dilapisi oleh gorden tipis berwarna putih.
Ardhan kemudian menaruh komik itu ke tempat semula dengan cukup teliti. Disesuaikan dengan judul dan seri dari si komik itu sendiri.
Lima belas menit berlalu.
Kegiatan sederhana yang ternyata memakan cukup waktu. Sialnya belum benar-benar tuntas. Ini semua karena Ardhan yang lupa di mana tempat seharusnya komik-komik ini diletakkan. Lain kali Ardhan akan membeli sticker yang kemudian ditulisi judul komik yang Ardhan punya untuk dia tempel di raknya itu agar tidak perlu susah-susah mencari seperti ini. Layaknya perpustakaan di sekolah saja.
Tersisa tiga buah. Ardhan mengulurkan tangannya ke depan, menggesekkan jarinya pada setiap buku komik yang berjejer rapi di dalam rak seolah tengah mengabsen semua koleksi komiknya, mencari tempat yang benar untuk tiga komik yang tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teachers (✓)
أدب الهواة(Completed) Local Fanfiction Cast : Yerin, Hoshi & Dokyeom Romance | Friendship | Hurt THE TEACHERS Ini hanya cerita sederhana yang bermula dari seorang guru kimia dari SMAN 17 Cirebon yang merasa penasaran dengan apa penyebab seorang siswa dari kel...