O2 - Friend (Part 2)

138 38 4
                                    

Teman.

Satu kata berisi lima huruf itu teramat sakral baik bagi Davi, Elania maupun Ardhan.

Sebuah kata sederhana yang pada akhirnya membuat mereka berada di zona pertemanan yang begitu erat.

Semuanya bermula dari kejadian tiga belas tahun yang lalu. Di mana mereka bertiga yang dipertemukan oleh semesta di bangku sekolahan.

Ardhan yang saat itu sudah duduk di bangku SMA lalu ada Davi dan Elania yang masih duduk di kelas dua SMP.

Davi yang sejak dulu akrab dengan Ardhan selayaknya kakak beradik.

Ardhan yang sejak dulu selalu menuruti kemauan Davi, adik kecilnya.

Dan Elania, teman sebangku Davi yang selalu berhasil membuat Davi dan Ardhan merasa penasaran.



---13 tahun yang lalu---

Elania menyapu dengan malas area taman belakang yang dipenuhi oleh daun-daun kering. Ini adalah hari kesekian Elania terlambat datang ke sekolah hanya karena bangun kesiangan lagi. Dan ya, selamat, Elania mendapatkan hukuman seperti ini lagi.

Taman belakang ini berhadapan langsung dengan pagar teralis yang menjadi pembatas antara SMP dan SMA. Kedua jenjang sekolah itu berada di area yang sama dan bernaung di yayasan yang sama pula.

Tuk!

Elania mendongakkan kepalanya saat ada daun yang jatuh mengenai rambut hitam panjangnya. Dia berdecak sebal karena pohon mangga besar di halaman belakang sekolahnya ini selalu saja menjatuhkan daun-daun kering. Lama-lama Elania lelah juga kalau harus menyapu terus-menerus apalagi ketika jatuh tepat ke puncak kepalanya. Jengkel bukan main rasanya.

Ah! Salahkan saja Ayahnya yang seenaknya terbang ke luar kota untuk urusan bisnisnya pagi-pagi sekali, melupakan dirinya yang masih tertidur nyenyak. Padahal biasanya Ayahnya akan selalu menyempatkan diri mengatur jam alarm di kamarnya juga mencium keningnya sebelum beliau berangkat. Kebiasaan itu rutin dilakukan mengingat mereka hanya tinggal berdua di rumah mewah milik sang Ayah. Tapi entahlah kenapa hari ini Ayah tidak melakukan hal itu. Bisa jadi karena Ayah juga terlambat bangun.

"Sial!"

"Nggak boleh ngomong kasar, cantik"

Elania menolehkan kepalanya dengan cepat ke arah sumber suara. Dia mengerutkan keningnya keheranan melihat seorang pria berseragam rapi khas anak SMA berjongkok di balik pagar teralis pembatas---atau singkatnya diwilayah SMA---sembari mengemut permen lollipopnya, ahh--tidak, bukan permen ber-stick yang berbentuk pipih dan bulat serta memiliki warna yang beragam, melainkan sebuah permen ber-stick berbentuk seperti kelereng yang biasanya hanya tersedia dalam satu rasa saja. Apakah terbayang?

Elania memutarkan bola matanya malas, "Lo lagi" Ujarnya malas lantas memilih untuk kembali sibuk menyapu halaman.

Elania benci sekali diperhatikan oleh pria itu yang selalu datang di waktu yang sama di mana Elania baru setengah jalan menyapu halaman belakang. Dengan cara berpakaian yang sama, posisi yang sama, dan mengemut permen dengan merek dan rasa yang sama.

Stroberi.

Elania yakin sekali dia tidak salah memperhatikan, pria itu selalu mengemut permen berwarna merah, apalagi jika bukan rasa stroberi.

Elania jadi penasaran---oh bukan soal permennya, tapi soal apa kiranya alasan pria itu selalu muncul dihadapannya. Apa dia terlambat sepertinya? Jika iya, enak sekali hidupnya karena tidak perlu bersusah payah menyapu sepertinya. Padahal kan biasanya hukuman anak SMA itu jauh lebih berat.

The Teachers (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang