Seharian ini, hari Elania terasa sepi, sepi yang berbeda dari sebelumnya. Ya, Elania sudah terbiasa dengan sepi, sejujurnya. Sebab semenjak Ayahnya diseret ke dalam jeruji besi Elania memang selalu sendirian. Sepi adalah keadaan yang mau tidak mau harus selalu Elania rasakan, tapi Elania ingat rasa semacam itu hanya hadir di saat dia menginjakkan kakinya di rumahnya saja. Lantas perasaan itu akan hilang ketika dirinya bertemu dengan anak-anak kelas bahasa, juga dua sahabatnya.
Tapi kali ini, rasa sepi itu bertahan sampai dia menginjakkan kakinya di kelas bahasa sekalipun. Bertemu dengan anak-anak kelas bahasa yang hebohnya bukan main, tetap tidak serta merta membuat dirinya serasa ramai.
Malah rasa sepi itu semakin terasa. Hingga bel pulang berbunyi dan Elania benar-benar bertemu dengan kata 'sendirian' yang kemudian memunculkan perasaan baru bernama hampa. Asing rasanya. Elania memang sendirian, Elania juga terbiasa dengan sepi, tapi perasaan seolah dirinya berada di ujung dunia tanpa emosi berhasil membuat Elania kebingungan, berhasil membuat diri Elania bertanya-tanya. Apa yang membuatnya merasa begini?
Setiap Elania mencari jawabannya, kemudian dia akan langsung diingatkan oleh kejadian pagi tadi. Saat dirinya melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana seorang Ardhan hancur dihadapannya dan bagaimana seorang Davi tampak murka terhadapnya. Dan ketika ingatan itu sampai dititik di mana mereka meninggalkannya sendiri, rasa hampa itu berubah seketika menjadi emosi yang selalu berusaha Elania abaikan selama bertahun-tahun lamanya. Ya, Elania kembali terjebak dengan perasaan bersalahnya.
Hari ini, Elania mencoba mencari tahu apa yang membuat dirinya berusaha sekeras itu hanya untuk menjaga rahasianya agar tetap aman. Elania masih mencaritahu apa yang membuatnya lari dari dua sahabatnya enam tahun lalu, disaat mereka bahkan belum tentu pergi meninggalkannya ketika Elania memutuskan untuk jujur pada mereka.
Elania masih mencari tahu, apa yang membuatnya sampai setega itu mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati Ardhan, menyisakan tombak tak kasat mata yang seolah membuka kembali goresan menyeramkan di memori Ardhan. Membuat Ardhan kembali terjebak dengan perasaan bersalahnya, takutnya, putus asanya dan perasaan bahwa dirinya tidak berharga.
Kenapa?!
Pertanyaan itu terus berputar dalam kepalanya.
Kenapa Elania melakukan hal itu?
Karenanya Elania kehilangan dua sahabatnya yang bahkan selalu ada di sisinya.
Mereka yang mengisi kesendirian Elania selama dua tahun ini. Mereka yang ada untuknya ketika Ayahnya terjebak dalam jeruji besi lantas tidak bisa berbuat hal lain selain meninggalkannya sendirian.
Sekali lagi kenapa?! Kenapa dirinya melakukan hal itu?!
Apa hanya karena ancaman dari seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahun, Elania sampai setega itu membuat Ardhan kembali pada traumanya?! Dan kemudian Davi murka padanya?
Elania menghentikan langkahnya seketika. Dia menghela napasnya berat lalu melepaskan topi di kepalanya dengan kasar membiarkan poni rambutnya terurai menutupi kedua alisnya.
Bertahun-tahun dirinya setia menyembunyikan dirinya yang sebenarnya dari dunia. Termasuk dari Ardhan dan Davi. Lalu apa akhirnya? Dia melukai Ardhan? Dia membuat Davi murka? Dia kehilangan sahabatnya?
"ARGH!" Teriak Elania mengeluarkan segala sesak yang menghimpit dadanya. Mengeluarkan segala amarah pada dirinya sendiri yang setega itu menjadi alasan terlukanya Ardhan dan kemarahan Davi. Dirinya sendirilah yang membuat kedua sahabatnya pergi dari hidupnya.
"KENAPA SIH GUE NGGAK JUJUR AJA SAMA MAS ARDHAN?!" Elania mendongakkan kepalanya menatap langit sore yang berselimut kabut mendung, rintik hujan sesekali jatuh membasahi wajahnya. "KENAPA SIH GUE NGGAK JUJUR AJA SAMA DAVI?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teachers (✓)
Fiksi Penggemar(Completed) Local Fanfiction Cast : Yerin, Hoshi & Dokyeom Romance | Friendship | Hurt THE TEACHERS Ini hanya cerita sederhana yang bermula dari seorang guru kimia dari SMAN 17 Cirebon yang merasa penasaran dengan apa penyebab seorang siswa dari kel...