Angin berhembus lembut melewati celah jendela sebuah kamar yang sengaja dibiarkan terbuka lebar. Gorden putih tampak bergerak pelan mengikuti arah hembusan angin. Lantas hembusan angin itu berakhir menerpa wajah seorang pria yang terbaring lemah di atas ranjang tempat tidur dalam keadaan yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja.
Sosok pria itu tampak mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali sebelum kemudian kelopak matanya terbuka sempurna menampilkan pupil hitam yang terlihat sayu untuk yang kesekian kalinya.
Dia terdiam sembari menatap langit-langit kamar ini yang di dominasi oleh warna putih. Telinganya sibuk mendengar tetesan hujan yang entah bagaimana caranya terdengar sangat jelas ditelinganya, padahal biasanya suara tetesan hujan tidak begitu terdengar dari dalam kamarnya.
"Dikasih obat bius sama Hansa. Sejak pagi dia tidur"
"Parah ya, Om?"
Suara dua orang yang sangat Ardhan kenali terdengar sampai ke gendang telinganya. Jika Ardhan tidak salah, suara itu bersumber dari area ruang tamu.
Tunggu dulu... Area ruang tamu?
Terlalu jauh dari jarak kamarnya berada.
Kemudian Ardhan menolehkan kepalanya ke sekeliling menatap kamar ini yang ternyata sangat berbeda dengan kamarnya. Dahinya mengerut dalam mencoba menebak di mana dirinya berada? Ini... Seperti kamar tamu.
"hampir lompat dari lantai dua lagi"
Kerutan di dahi Ardhan memudar berganti menjadi raut sendu. Pantas saja Ardhan dipindahkan ke kamar lain, atau tepatnya di kamar tamu yang terletak di lantai satu, sesuai dugaannya. Barusan sekali, Ayahnya sudah memperjelas semua keadaan yang tidak seratus persen diingat Ardhan. Rupanya alasannya karena trauma dan depresinya yang muncul lagi. Bahkan mungkin parahnya sama seperti saat di awal-awal gejala gangguan mental ini muncul, Ardhan ingat Hansa atau dokter yang memeriksanya selalu memberikan beberapa butir obat atau suntikan obat bius yang membuat Ardhan lemas atau tertidur. Yang kemudian membuat Ardhan berpikir bahwa dia bertindak selayaknya orang gila sampai-sampai mereka melakukan tindakan semacam itu.
"Ar"
Ardhan menoleh cepat ke arah pintu kamarnya yang masih dalam keadaan tertutup rapat. Sejenak Ardhan hanya terdiam sembari berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdegup cepat karena terkejut.
Cklek!
Pintu terbuka lebar tanpa perlu persetujuan Ardhan. Ardhan mengerjapkan kelopak matanya dalam tempo lambat saat melihat Vano berdiri di depan pintu kamar ini dalam keadaan masih rapi dengan pakaian formalnya yang dibalut oleh jaket kulit hitam. Sepertinya Vano baru pulang bekerja.
Tidak terlalu terkejut sebenarnya dengan kehadiran Vano sebab beberapa detik sebelumnya Ardhan lebih dulu mendengar suara Vano yang berbicara dengan Ayahnya.
Ardhan kemudian bangkit dari posisinya menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang tepat saat Vano berjalan dengan langkah lambat menghampiri Ardhan, tentunya setelah menutup pintu kamar Ardhan.
Vano berdiri tepat di sisi ranjang. Menatap keadaan sosok yang cukup dekat dengannya sejak beberapa tahun silam. Pucat, lesu, hampa dan berbeda adalah kesan yang Vano rasakan ketika dia dihadapkan oleh seorang Ardhan yang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Davi bilang Ardhan sakit biasa, tapi Vano yakin arti penjelasan Davi jauh lebih buruk dari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teachers (✓)
Fanfic(Completed) Local Fanfiction Cast : Yerin, Hoshi & Dokyeom Romance | Friendship | Hurt THE TEACHERS Ini hanya cerita sederhana yang bermula dari seorang guru kimia dari SMAN 17 Cirebon yang merasa penasaran dengan apa penyebab seorang siswa dari kel...