24 - Ketakutan Elania

85 26 21
                                    

Elania mendudukkan dirinya di tepi ranjang kamarnya. Tatapannya menatap lurus ke depan, atau tepatnya ke arah dinding kamarnya yang catnya terlihat mengelupas di beberapa bagian. Elania kemudian menaikkan kedua kakinya ke atas kasur dan menyandarkan dagunya ke atas lututnya dengan kedua tangan memeluk kedua kakinya.

Meskipun beberapa menit hanya diisi oleh hening, namun sejujurnya pikiran berkecamuk tengah memenuhi kepala Elania sampai rasanya Elania ingin sekali membenturkan kepalanya berharap bahwa segala hal yang memenuhi kepalannya segera menghilang dari kepalanya. Dan berharap bahwa rasa takut yang sejak kejadian menyeramkan itu muncul benar-benar tidak menguasai dirinya lagi. Elania tidak mau merasa seolah-olah dirinya adalah manusia terlemah karena hal tersebut. 

"Saya tau. Lebih dari dua sahabat Ibu. Ayah Ibu itu memang dipenjara"

"Arghh!" Teriak Elania sembari melepaskan topinya dari kepalanya kemudian melemparkannya ke arah kasur. Lagi dan lagi suara Fahri terngiang-ngiang di kepalanya, membuatnya emosinya memuncak dan kemudian tergantikan oleh rasa takut setelahnya.

Tentu saja karena ancaman Fahri setelahnya.

"Ibu denger ya, kalau sampai ibu dan mereka cari tau lagi soal saya, atau mengusik hidup saya lagi, saya nggak akan segan-segan membongkar semua rahasia Ibu ke Pak Ardhan dan Pak Davi"

Elania menggelengkan kepalanya cepat, tidak mau jika sampai rahasia terdengar ke telinga Ardhan dan Davi apalagi lewat Fahri.

"Ibu bisa bayangin kan seberapa kecewanya mereka sama Ibu saat tau kalau ternyata Ayah Ibu adalah seorang koruptor apalagi ketika Ibu menyembunyikan semuanya dari mereka selama bertahun-tahun"

Kecewa. Jelas saja itu yang akan dirasakan oleh Ardhan dan Davi. Dan kemudian kejadian terburuk seperti mereka yang membenci Elania bahkan meninggalkan Elania sendirian sangat mungkin terjadi. Dan Elania benar-benar tidak mau hal itu terjadi. 

Elania membaringkan tubuhnya di atas kasurnya kemudian menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan sendunya.

"Kalau aja sejak awal gue tau Ayah Fahri dipenjara juga, gue nggak akan setuju sama misi ini... Bego!" Teriak Elania keras.

Elania memiringkan tubuhnya ke sisi kanannya, kemudian memeluk bantal di dekatnya dan menangis tanpa suara di sana. Emosinya malah membuat Elania merasa begitu rapuh. Lagipula apa lagi yang bisa Elania lakukan sekarang selain menangisi keadaan yang lagi-lagi tidak berpihak padanya.

Padahal hari ini bisa menjadi hari yang paling melegakan bagi Elania karena Ardhan yang mendadak memaafkannya, entah karena bujukan Chila yang mungkin sekarang sudah menjadi kekasih Ardhan atau apa, Elania tidak tahu tapi selama Ardhan bersikap dingin padanya Elania selalu berharap Ardhan akan mengatakan hal itu, bahwa dia memaafkannya dan semuanya akan kembali seperti semula seolah Elania tidak memiliki rahasia. Tapi semuanya kacau ketika Fahri tahu rahasia terbesarnya.

Elania benar-benar merasa ketakutan sekarang, bagaimana nantinya kalau Ardhan justru semakin marah padanya atau membencinya karena rahasia besar Elania yang terancam terbongkar oleh Fahri.

"Gue nggak mau dibenci Mas Ardhan, gue juga nggak mau dibenci Davi" lirih Elania. Elania menitihkan air matanya kemudian memejamkan matanya dengan erat.


Elania mengambil beberapa buah apel dari dalam lemari pendingin kemudian dia membawanya ke area meja makan, dengan keadaan baru sekali bangun tidur dengan rambut sedikit berantakan Elania kemudian memakan salah satu buah apelnya sembari bersandar di tepian meja makan, sementara dua buah apel yang dia punya dibiarkan tergeletak di atas meja makan.

Elania kembali mengigit satu kali buah apel tersebut kemudian mengunyahnya dengan tempo lambat, dia menundukkan kepalanya sembari menatap buah apel dalam genggamannya tersebut. Buah apel yang selalu berhasil mengingatkannya pada seseorang.

The Teachers (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang