2O - Menjadi Detektif (Part 2)

91 28 13
                                    

Suasana malam ini lumayan menyenangkan bagi Davi. Ditemani oleh kopi kemasan juga snack semacam kuaci adalah hal terindah bagi Davi. Duduk di kursi empuk seperti di mobil mewah ini juga lumayan nyaman. Ya setidaknya, berada di mobil mewah cukup untuk melupakan sejenak rasa penatnya selagi dia menunggu Ardhan selesai dengan kegiatan mengobrolnya bersama Mahesa di rumah mewah Mahesa. Sang kepala sekolah yang sudah selayaknya kakaknya bagi Davi.

Ngomong-ngomong, selepas kegiatan pencarian informasi yang Davi lakukan di komplek perumahan itu Davi kembali menghubungi Ardhan, beruntungnya Ardhan langsung mengangkat panggilannya. Davi pun mengatakan pada Ardhan kalau tugasnya sudah selesai dan Davi cukup mendapatkan banyak informasi dan kemudian Ardhan hanya menjawabnya dengan kata 'ya' lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak. Saat itu Davi sampai merutuki Ardhan lantaran sikap Ardhan yang seolah tidak menghargai dirinya. Hingga setelahnya Ardhan tiba-tiba saja mengirimkan sebuah alamat rumah lewat pesan singkat. Davi yang memahami isyarat Ardhan pun segera datang ke alamat rumah itu dan rupanya itu adalah alamat rumah Mahesa.

Ketika sampai di rumah Mahesa. Davi langsung disambut oleh pemandangan yang cukup membuat Davi merasa risih. Bagaimana Ardhan berdiri di sisi mobilnya tengah menunggunya sembari menundukkan kepalanya menatap kedua kakinya yang berbalut sepatu mahal. Kerisihan di diri Davi semakin memuncak kala dia menyapa Ardhan dan Ardhan tampak terkejut saat itu. Melamun. Sudah pasti itulah yang Ardhan lakukan selama menunggunya. Membuat kerisihan itu berubah secepat kilat menjadi perasaan khawatir.

Sehingga wajar sekali ketika Davi langsung mengajukan sebuah pertanyaan sederhana seperti 'lo kenapa Mas?' yang dibalas oleh gelengan kepala Ardhan kemudian Ardhan dengan malas melemparkan kunci mobil pada Davi, sempat membuat Davi terkejut meskipun setelahnya Davi menangkap kunci itu dengan tepat sasaran, 'tunggu' ujar Ardhan singkat seraya menunjuk mobilnya kemudian dia berjalan masuk ke dalam rumah Mahesa.

Davi menganggukkan kepalanya pelan paham bahwa Ardhan tidak mau Davi ikut campur dengan urusan Ardhan dan Mahesa. Akhirnya Davi hanya berdiam diri di atas motornya sembari memainkan kunci mobil Ardhan. Waktu menunjukkan pukul enam sore, rupanya pembicaraan Ardhan dengan Mahesa berlanjut sampai langit gelap, akhirnya Davi memutuskan untuk membeli camilan di supermarket depan komplek rumah Mahesa kemudian menikmati camilannya di dalam mobil Ardhan saja.

Selagi menikmati camilan Davi juga membaca buku komik koleksi Ardhan, membuat Davi merasa dua kali lipat merasa lebih nyaman lagi selagi dia masih menunggu Ardhan. Buku itu dia temukan di laci dashboard, sepertinya sih ulah Elania yang hobi meminjam tapi malas mengembalikan pada tempatnya. Tapi siapa perduli, Davi malah bersyukur menemukan benda itu, dia jadi tidak mati kebosanan selama menunggu Ardhan.

Brak!

Davi melirik sekilas ke depan melihat Ardhan yang masuk ke dalam mobilnya kemudian menutupnya dengan kasar.

Davi menutup komiknya kemudian mencondongkan tubuhnya ke depan. Davi tampak memeluk dua puncak bangku bagian depan dengan kepala menoleh ke arah Ardhan, ya Davi memang sejak tadi duduk di bangku belakang.

"Ngapain aja Mas? Lama bener sampe malem begini"

Ardhan terdiam membisu tidak berminat menjawab pertanyaan Davi. Davi baru saja akan memarahi Ardhan sebelum manik matanya menangkap pemandangan yang cukup membuat Davi khawatir bukan main.

Ya, Ardhan menatap lurus ke depan sana dengan tatapan tajamnya.

"Kenapa Mas? Lo kok kaya orang marah" ujar Davi dengan suara pelannya.

Bukannya menjawab, Ardhan malah menyalakan mesin mobilnya membuat keheningan diantara mereka terhapus begitu saja dengan suara deru mesin mobil tersebut.

The Teachers (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang