14 - Musuh Elania

72 30 6
                                    

Elania berjalan menyusuri koridor menuju ke ruang guru.

Ketika berpapasan dengan beberapa murid yang berdiri di sisi koridor, Elania langsung melemparkan senyuman ramahnya.

Meski hasilnya Elania harus menelan pil pahit saat beberapa dari mereka tampak menatap ke arahnya dengan sinis dan tidak berniat membalas senyuman ramahnya. Sungguh, Elania tidak mengerti kenapa mereka bersikap seperti itu dan apakah... Apakah mereka tidak punya sopan santun pada guru mereka sendiri?

Elania menggelengkan kepalanya pelan berusaha bersikap tidak perduli dan memilih melanjutkan langkahnya menuju ruang guru saja.

"Iya ih harusnya meskipun sahabatan kalau yang satunya udah punya pacar agak jaga jarak kan?"

"Jahat banget ya Bu El itu"

Elania melambatkan langkahnya saat mendengar suara bisik-bisik dari siswa-siswi sekolah ini. Tepatnya dari arah belakangnya.

"Bu El suka kali sama Pak Ardhan dan mau hancurin hubungan mereka"

"Kok ada ya guru yang begitu"

"Merusak citra sekolah aja"

"Ih, gue sih dari dulu juga gak suka sama dia"

"Iya sama. Kaya numpang nama sama Pak Ardhan dan Pak Davi yang udah jelas pinter dan populer"

Elania lantas menghentikan langkahnya kemudian meremat tali tas selempangnya. Kenapa mereka berbicara begitu seolah-olah Ardhan sudah memiliki pasangan dan dirinya yang berusaha merebut Ardhan dari pasangannya? Dan apakah mereka tidak sedikitpun menyadari eksistensinya di sekolah ini yang merupakan seorang guru, bukan teman sepantaran mereka? Lantas kenapa tidak sedikitpun ada rasa hormat mereka pada Elania?

"Ekhem"

Elania menoleh ke arah sumber suara. Dia mengerutkan keningnya melihat seorang wanita berambut panjang berdiri di sisinya dengan tatapan penuh remehnya. Luna, salah seorang guru khusus jurusan IPA yang mendadak kembali lagi ke sekolah ini setelah Elania tidak pernah bertemu dengannya karena libur panjang kenaikan kelas ini.

"Hai sahabatnya Ardhan" katanya sembari melambaikan tangannya ke arah Elania. Meskipun begitu, nada suaranya tampak mengejek sekali. Jelas bukan sekedar berniat menyapa ramah Elania saja.

Elania menatapnya malas, "apa?" Tanya Elania agak ketus.

Luna melirik Elania sinis, "hih, lo itu emang bener-bener ya, nggak ada gitu sopan santunnya dikit aja sama senior" katanya dengan menekankan kata terakhirnya.

Elania menatap Luna tidak perduli bahkan berniat melanjutkan langkahnya menuju ruang guru saja. Elania malas berurusan dengan salah satu musuhnya di sekolah ini. Ya, dia dan Luna bisa dikatakan musuh bahkan sejak Elania menjadi tenaga pendidik di sekolah ini.

Luna dengan segala sifat sok cantiknya benar-benar memuakkan bagi Elania. Luna juga tidak bisa menghargai dan menghormati dirinya, bukan hanya pada Elania sebenarnya, tapi pada beberapa guru dari jurusan IPS dan Bahasa juga. Salah satunya adalah Lingga, guru tampan sepantaran Elania yang juga mengajar mata pelajaran seni rupa khusus jurusan IPS yang menjadi idola siswi-siswi di sekolah ini selain Davi. Pasalnya Lingga adalah anak rantauan yang berasal dari kalangan orang biasa-biasa saja. Ya, Luna yang notabenenya berasal dari kalangan orang berada tidak pernah bisa menghargai para guru yang kasarnya berbeda 'kasta' dengannya.

Guru bahasa Inggris itu langsung berdiri di depan Elania, menghalangi langkah Elania. "Sebentar dong, buru-buru banget"

Elania menatap malas Luna. Tidak sedikitpun menunjukkan rasa hormatnya pada senior. Baginya menghargai Luna adalah sesuatu yang haram hukumnya, "Sorry ya, tapi gue nggak punya waktu buat orang kaya lo"

The Teachers (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang