Save Me || 23 🌿

2.7K 118 12
                                    

Nala hanya termenung di atas bangsal rumah sakit, gadis berkulit putih pucat itu dikelilingi oleh Shana, Lingga, Erlangga, Gama, dan juga Nayaka.

"Papa ... mana?" tanya Nala tanpa melihat Nayaka.

"Papa lagi kejebak macet sayang," balas Nayaka.

Hati kecil Shana merasa tercubit melihat Nala dengan kondisi depresi seperti ini.

Tapi Shana yakin, Tuhan memberikan masalah sebesar ini karena percaya bahwa Nala itu kuat.

Erlangga menatap Nala, kemudian beralih ke Nayaka. Seingatnya Nayaka tidak pernah tampak sekalut ini.

Juga ... seingat Erlangga Nala adalah gadis yang selalu periang. Namun, sejak saat itu ... saat yang siapapun mungkin tidak ingin terjadi pada dirinya sendiri terjadi pada Nala.

Pelecehan seksual adalah kejahatan yang tidak bisa di ampuni.

Suasana ruangan yang semula sepi mengundang tatapan tanda tanya ketika suara tawa Nala terdengar.

Bukan senang, atau bahagia. Jenis tawa itu sangat terlihat jika ia sangat merasa sakit.

"La?"

Nala masih saja tertawa, perlahan-lahan berganti dengan suara rintihan tangis yang menyakitkan.

"Aku kotor banget kan Kak?"

Shana tidak tahan lagi, gadis itu menangis sambil menutup mulutnya.

Lingga yang melihat itu langsung mengajak Shana keluar.

Gama juga mulai menggendong Ikhsan yang tertidur pulas di sofa rumah sakit untuk keluar bersama Erlangga.

"Sssttt ... ngga boleh ngomong gitu sayang."

Gama yang sedikit kesulitan mengangkat anak kecil itu membuatnya terbangun.

"A-aunty ... apakah kau cakit?" Ikhsan bertanya dengan suara kantuknya.

Nala yang mendengar suara imut itu langsung sedikit tersadar jika semuanya bisa baik-baik saja.

"Cil, Aunty mau diperiksa, kita bobo diluar aja ya?"

"Otey uncle."

"Aku nggak pantes di panggil aunty sama ikhsan. Cewe korban pemerkosaan kaya aku seharusnya udah mati aja ya Kak?"

"Siapa yang bilang kaya gitu?"

"Ica," pungkasnya.

Nayaka menggenggam erat tangan Nala, menyalurkan perasaan aman kepada istrinya itu.

"Ga ada yang ga pantes hidup La, semuanya berhak hidup, berhak atas kebahagiaan. Tapi, manusia ngga bisa selamanya harus dikasih kebahagiaan, kadang-kadang dia juga harus di beri masalah, rintangan atau kegagalan supaya manusia itu lebih dewasa dan bisa keluar dari zona nyamannya. Tuhan memberi masalah itu karena dia tau kalau manusia itu punya hati yang kuat dan Tuhan tidak akan memberikan hamba-nya masalah diluar batas kemampuannya."

"Dan untuk kejadian itu, ga ada orang yang mau hal itu terjadi sama dirinya sendiri. Dan emang nggak bisa dilupain dengan cepat La."

"Tapi, kita lihat dari sisi baiknya."

Nayaka bangkit memeluk erat tubuh Nala dengan hati-hati.

"Sisi yang paling baik menurut aku sendiri, karena Tuhan mengizinkan aku menikahi gadis secantik, sekuat dan sebaik kamu hingga membuatku bersyukur untuk setiap harinya.

"Kak ...."

Nayaka tersenyum, menepuk-nepuk pelan puncak kepala Nala gemas.

"Jangan nangis terus, kamu lucu kalau nangis."

"Makasih banyak Kak, udah nerima segala kekurangan aku." Nala membalas pelukan Nayaka.

"Kita berdua punya kekurangan dan disatukan untuk menutupi kekurangan itu. Sekarang kamu maupun aku, ngga ada kekurangan apapun karena kita satu dan lengkap."

Shana yang sedari tadi mengintip akhirnya nangis, Lingga yang heran melihat gadis bringas itu memberanikan diri untuk bertanya.

"Hey kenapa?"

"Aaaaa ... mau uwu-uwu kaya gitu jugaaaaaaaa!"

"Tuwu-tuwu apa itu tante?" tanya Ikhsan polos.

"Anak kecil dilarang kepohh yang bebi."

"Ck! Peyit banget. nanti tubulannya cempit balu tau lasa." ikhsan mengejek ke arah Erlangga.

"Tenang aja, uncle udah booking tanah yang luas."

Ikhsan ternganga, sambil memegang kepalanya pusing.

"Nda waras anda ini cepeltinya."

Gama tertawa terpingkal-pingkal, sampai perutnya sakit.

"Mampua lo, mampuaaa loo!"

"Bangsat!"

Shana juga ikutan, ia berdoa setelah hari ini, kedepannya hanya akan ada kebahagiaan untuk Nala, dia, dan semuanya.

BERSAMBUNG

Maaci yang udah baca
💓 >\\\< 💓

Save Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang