Save Me || 27 🌿

934 26 1
                                    

"Surprise!" 

"Lo?!"

"Nala mana anjing!"

Belum sempat Azran bertanya lebih lanjut kepada Nayaka, satu tonjokan keras mendarat mulus di pipi Azran hingga membuat pemuda itu meringis kesakitan.

Bibir kirinya berdarah, Azran berdecak kesal.

"Bangsat!"

"Jangan beraninya nyentuh Nala doang, sini sentuh gue!"

Sekali lagi Nayaka memukuli Azran hingga membuat nya jatuh terkapar.

Azran tidak sanggup melawan Nayaka, ya sedari dulu hingga kini ia tidak akan mampu.

Nayaka lebih satu langkah soal apapun dari pada Azran.

Kepintaran, maupun ketampanan Nayaka akan selalu berada didepannya.

Nayaka mengambil rokok yang terletak di atas meja dekat rak, dimana disana sudah terhidang segala jenis alkohol.

"Lo tau aja kesukaan gue," ucap Nayaka dengan sedikit perasaan bangga.

"Lo juga pastinya tau apa yang gue benci."

"Lo ngga berubah, dari kecil sampe sekarang tetep aja ga bisa ngalahin gue."

Ada sedikit jeda disana, Nayaka menikmati suasana hening itu dengan menatap rokok ditangannya, dan Azran yang merutuki segala kekalahannya terhadap Nayaka.

"Gue tau lo sadar diri, gue tau kalau lo malu karena selalu kalah dari gue. Tapi itu ngga bisa jadi alasan lo buat ngerusak kehidupan Nala."

"Padahal gue selalu percaya sama lo Azran, kalau lo bisa berubah lebih kuat. Lebih gigih berusaha tapi gue salah. Nyesel gue pernah cerita kalau gue suka sama Nala dulu. Kalau aja gue bisa liat masa depan, mungkin dulu saat tanding karate gue udah patahin tangan lo."

Azran tertawa, tersenyum melihat keputusan asaan Nayaka.

"Bagus kalau nyesel, gue suka kalau lo putus asa kaya gini. Gue suka kalau lo selalu ngerasa sakit, ngerasa sedih. Karena itu artinya kita impas."

Nayaka mensejajarkan dirinya dengan Azran yang bersandar di dekat kasur.

"Lo nyalahin orang lain hanya karena ketidakmampuan diri lo sendiri. Orang-orang biasa malu sih."

"Buat apa gue malu? Gue udah buat lo menderita. Haha!"

"Gimana rasanya? Istri lo udah gue pake tuh? Lo tau ga rasanya? Nikmat banget ngeliat dia nangis-nangis minta tolong. Pada akhirnya? Ga ada satupun orang yang nolongin dia."

Nayaka hanya diam, sesekali ia mengeluarkan asap rokok melalui bibirnya dengan santai.

"Padahal kita udah berteman dari kecil, tapi kayanya lo ga tau soal gue sedikitpun Azran."

Nayaka tersenyum lembut melihat Azran ...

....

Nala terbangun dari tidurnya, masih pukul 1, Nala mencari sosok Nayaka dan ia temukan sedang duduk didepan televisi dengan memegang ponsel.

Nala mendekati suaminya itu dengan perlahan-lahan, namun hal itu membuat dirinya terkejut.

Nayaka sedang melihat-lihat baju bayi yang imut-imut. Senyuman terbit di bibir Nala, tangan Nala terurai mengusap lembut rambut hitam Nayaka.

"Eh sayang kok bangun? Kok ngga manggil Mas sih?"

Nala melihat Nayaka dengan tatapan heran.

Nayaka membantu Nala duduk, perut yang semakin hari semakin besar membuat istrinya menjadi kesusahan untuk melakukan hal apapun. Ini menjadi tugas yang harus Nayaka perhatikan dengan sangat teliti.

"Sayang mau apa? Mau buah? Atau sayang haus? Mas bisa ambilin apapun kok."

Nala mengangguk-anggukkan kepalanya lucu.

"Mas?"

"Iya sayang kenapa?"

"Mas?" panggil Nala lagi.

"Iya sayang? Kenapa?"

Nayaka memegang jemari Nala dengan lembut, mengelus perlahan menyalurkan rasa nyaman.

"Mauu pelukkkk ...."

"Utututu, sini-sini."

....

"Ini beneran?" tanya Erlangga.

"Buset kaget gue anjir!" Jerit Lingga, yang dihadiahi geplakan kuat di kepala oleh Gama.

"Masa?" tanya Gama cuek.

"Sakit tai"

"Oh."

"Azran bakalan miskin dong kalau gitu?"

"Iya kayanya, soalnya perusahaan di akuisisi sama perusahaannya om Razidan," sahut Erlangga.

"Gue juga dapat info dari ayah nya Azran kalau Azran ngga pulang kerumah beberapa hari ini, coba Ga lo telpon ke nomer Azran diangkat atau engga."

"Ngga bakalan di angkat kayanya," ucap Gama santai sembari memainkan gamenya seperti biasa.

"Kenapa gitu?"

"Cuma insting."

"Cih sok sok insting." Ejek Erlangga.

"Soalnya kemaren Nayaka bilang Azran lagi sama dia," lanjut Gama lagi.

"Ohhh ... kalau itu mah ngga perlu lagi kita usik."

"Mana berani adek usik Abang Nayaka."

"Najis banget Lang!"

"Najis-najis gini lo juga suka cipok gue."

"Ogah! Haram brother!"

"Kemaren aja lo tusbol gue di kamar!"

"Dih bajingan, pitnah!"

"Pas enak aja lo puji-puji gue ngen!"

Sejujurnya Gama sedikit muak dan tidak tahan lagi disini.






Save Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang