8🥀

695 94 18
                                        

Warning Typo📌




















"Ibu dengar, beberapa hari nanti ada Lomba Cerdas Cermat, kamu nggak ke pilih, lagi?"

Lidah Raffa terasa mendadak kaku mendengar pertanyaan sang ibu barusan, "setiap ada lomba kok kamu nggak pernah ikut?"

"Anu bu-"

"Nilai ini, hasil usahamu sendiri kan?!"

***

"Jangan lupakan jika ibumu ini kenal dengan gurumu, mereka membicarakan akan ada lomba dalam waktu dekat dan namamu lagi-lagi tak disertakan"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan lupakan jika ibumu ini kenal dengan gurumu, mereka membicarakan akan ada lomba dalam waktu dekat dan namamu lagi-lagi tak disertakan"

Jujur Raffa bingung harus menjawab apa, dia sudah mencoba mencari apa alasan logis yang akan digunakan didepan ibunya itu, tapi alasan seperti apa?. Sudah jelas nilai yang Raffa dapatkan selama ini adalah usaha Farel, bukan murni usahanya, jika masuk lomba pun percuma Raffa tidak akan menang, karena dia tidak tau apa-apa. Bodoh.

"Ibu, aku sendiri tidak tau mengapa para guru tidak memilihku" hanya itu yang bisa Raffa ucapkan sebagai bentuk pembelaan

Ibu Hanum mengangguk singkat, "seharusnya kau bisa mengajukan dirimu sendiri bukan?"

Raffa kembali terdiam mendengar pertanyaan ibunya barusan, di depan siswa sekolahnya Raffa memang terlihat pemberani dan pemberontak, tapi di depan ibunya dia seketika menjadi anjing kecil yang penurut. Diam tak bisa membantah.

"Ouh iya, ibu selalu menemukan nama yang sama, nama yang katanya menjadi siswa paling berprestasi, Fa-Farel"

Raffa mendongak menatap ibu Hanum, darimana ibunya itu tau Farel namun tidak heran juga karena seperti yang ibu Hanum katakan, dia terkenal dihadapan para guru, sudah jelas para gurulah yang mengatakan itu, mereka pasti sangat mengagung-agungkan Farel Gibran sebagai siswa paling membanggakan.

"Itu artinya kamu kalah dengan Farel itu? Memang sepintar apa dia? Ibu jadi penasaran, pasti dia anak yang hebat"

'Aku semakin membencimu Farel'

.
.
.

"Ayo! Lu mau pulang kan? Bonceng gue sini, vespa gue siap membawamu!"

"Apaan sih bang!" Bang Devan berucap dengan menatap sinis bang Ichal yang sudah duduk anteng di atas motor vespanya

"Gua seriusan Devan! Ayo buruan naik!"

Devan menatap malas anak dari majikannya itu, "bang, gue bawa sepeda, lu mau bawain sepeda gue pulang apa?"

"Ouh iya, sayang sekali"

Seperti yang bang Ichal katakan dia akan ikut pulang bersama Devan untuk menjenguk el yang sedang sakit, maka keduanya kini mulai menjauhi area toko milik pak Hasan yang sudah tutup, tak lupa keduanya mampir di sebuah minimarket dan bang Ichal membeli beberapa buah, susu, roti, obat, dan beberapa makanan ringan untuk adeknya Devan.

AlfarezelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang