5🥀

828 101 19
                                        

Warning Typo📌

























Pagi ini keluarga Arsyanendra melakukan sarapan bersama lagi, ayah, bunda, Faza, Dev, dan si tengil Raffa, sudah duduk ditempat masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini keluarga Arsyanendra melakukan sarapan bersama lagi, ayah, bunda, Faza, Dev, dan si tengil Raffa, sudah duduk ditempat masing-masing. Tinggal menunggu dua anak tertua keluarga tersebut.

Raffa Nalendra, bukankah namanya lebih menyudut pada anak yang baik? Tapi perlakuannya menyebalkan, contohnya sekarang dia asyik makan sendiri, padahal yang lain belum makan.

"Raffa sayang, mau tambah lagi?" bukannya dimarahin atau dinasihatin, bunda malahan menawarinya makan lagi, kan disini Dev anak bungsu Alana

"pagi" Daffi dengan kacamata mahalnya menyapa, sedangkan sang adik terlihat cuek dan langsung duduk, anggap saja Daffi mewakilinya tadi

"kak" Dev menarik ujung pakaian Birru pelan, kakaknya itu menoleh menujukan ekspresi seolah bertanya 'kenapa?'
"itu" bisik Dev sambil menujuk Raffa dengan matanya

"biarin"

"ih!"

"oke, ayo kita mulai sarapannya" suara kepala keluarga mengintrupsi, semua anggota keluarga mengangguk dan menuruti, berbeda dengan Raffa secara dia kan bukan anggota keluarga tersebut

Makanan yang tersedia disana tidak hanya satu, makanan yang disajikan diatas meja tersebut pastilah, enak, bergizi, dan dari bahan-bahan yang berkualitas, belum lagi makanan pendamping.

.
.
.

"masih sakit ya dek?"

Farel menggeleng disertai senyuman tipis, pukulan ayahnya kemarin bukanlah main-main, itu pasti terasa sakit.

Kini, kedua kakak beradik itu tengah menyantap mie kuah yang masih mengepulkan asap, tanpa nasi karena ternyata persediaan beras menipis, jadi mereka harus lebih hemat. Keduanya bergantian menyantap mie tersebut, karena memang satu mangkok dua orang.

Huekk

Farel berjalan tergesa kearah kamar mandi, lambungnya pasti bermasalah, ditambah lagi pukulan lelaki brengs*k itu yang masih terasa sakit.

Tokk

Tokk

"adek buka pintunya"

Farel keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat, dan rambut yang sedikit berantakan, "ya ampun adek, nggak usah sekolah ya"

"nggak mau, adek mau berangkat sekolah titik"

"kalau gitu, adek duduk dulu disini, biar abang beli obat magh dulu ya kewarung" Farel mengangguk pelan, sang kakak segera berlari keluar rumah

.
.
.

Walau masih terasa sakit tapi hal itu bukanlah masalah untuk Farel Gibran, dia di didik untuk menjadi pria tangguh, bukan pria cengeng yang lemah. Bukan berarti dia tidak boleh mempunyai perasaan.

AlfarezelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang