24🥀

622 90 89
                                        

Warning Typo📌


































Hanum Nalendra, meskipun sering dinilai sebagai wania yang perfeksionis, keras dalam mendidik, dan tidak membiyarkan anaknya kelak menjadi anak yang manja, namun tetap saja sisi kelembutan sebagai ibu melekat pada dirinya.

Seperti sore ini, ketika Raffa diantarkan kerumah dengan kondisi yang tidak baik-baik saja, jelas dia tidak terima pada siapa saja orang yang sudah melukai anaknya, dia menjaga putra semata wayangnya itu baik-baik dan beraninya orang lain merusak putranya.

"astaga!" ibu Hanum segera membantu Raffa untuk duduk di sofa ruang tamu, Raffa anak itu terlihat menangis sesenggukan

"kenapa? Kamu kenapa?" ibu Hanum bertanya panik, apalagi melihat Raffa yang menangis seperti saat ini

"ada yang berusaha nyakitin Raffa tante, dia bahkan mau ngebunuh Raffa, ini tante kami ana buktinya" salah satu teman Raffa menyodorkan handphone, memperlihatkan video yang dimana Farel berusaha memukul Raffa dengan botol kaca, padahal disana Raffa terlihat kesakitan

"siapa anak ini?" ibu Hanum menatap nyalang pada kedua teman Raffa, "dia Farel bu, Farel Gibran" Raffa yang menjawab, ibu Hanum kemudian duduk di samping Raffa menatap wajah putranya itu dengan penuh rasa kasihan

"lukamu, nanti ibu telpon dokter ya, biar Farel itu jadi urusan ibu" Raffa mengangguk tanpa berbicara, "kalian ke kamar dulu, nanti ibu nyusul"

"ouh iya jangan lupa kirim video itu ke ibu ya"

"iya tante"

Raffa bangkit dibantu kedua temannya, luka memar Raffa memang cukup banyak, tapi tak sebanding dengan luka yang dia ciptakan di tubuh Farel. Farel, anak itu lebih banyak mendapat luka ketimbang Raffa.

"video ini tak punya suara? Atau handphone tante yang rusak?"

"iya tante, audio handphone saya rusak"

.

.

.

Jika ada yang menanyakan dimana Farel, anak itu sekarang tengah duduk di dekat sungai, matanya menatap kosong pada aliran sungai yang tenang itu, matahari hampir tenggelam tapi isak tangisnya tak terdengar usai. Farel tau bagaimana kelanjutan dari kisahnya ini, dia sudah tamat saat ini juga.

Dadanya dia hantam kuat-kuat menggunakan kepalan tangan, mencoba menciptakan lega yang mungkin bisa membuat nafasnya tak tersenggal, tapi gagal, yang ada Farel malah menambah sakit. Luka yang terpampang jelas ditubuhnya sama sekali tak diobati, dia biarkan laranya menyiksa.

"Farel bodoh! Farel bodoh!"

Terus menyalahkan diri aka napa yang terjadi hari ini, andai saja dia tak termakan omongan Raffa, andai dia bisa lebih sedikit bersabar akan kelakuan Raffa, pasti tak akan berakhir seperti ini. Mau bagaimana lagi, Raffa memang sengaja menghancurkannya.

"bagaimana aku akan menjelaskan ini pada mama dan abang"

Iya, ini yang lebih Farel takutkan, kecewa dan rasa khawatir dua orang itu pasti akan sangat menyakitinya, lebih dari lara luka yang kini dia rasakan. Dia juga pasti akan menghancurkan kedua orang tersayangnya itu.

Matahari bahkan kini sudah sepenuhnya tenggelam, tapi Farel masih betah ditempatnya, bibirnya mulai memucat, matanya sudah kering dengan jejak air mata yang nampak di pipi halusnya. Farel harus apa?

Hari ini dia berencana untuk tidak masuk kerja, ingin meredakan bising yang menemani pikirannya.

.

.

AlfarezelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang