1

12.8K 865 113
                                    

Jari-jari lentik berkuku cantik itu mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan resah. Sepasang mata bermanik cokelat tak lepas mengawasi pergerakan laki-laki di seberang kubikel meja kerjanya. Bibirnya yang kemerahan ia gigit pertanda bimbang.

Kasih tau, jangan?

Barang bukti berupa benda kecil pipih yang ia simpan di saku celana kerjanya terasa panas. Seakan tak sabar ingin menampakkan diri di depan 'partner' Jikala yang berhasil membuat benda itu menampakkan dua garis merah.

"Damiaaan! OMG, handsome as always. Holywings tonight? Anyways, makan siang bareng aku, yuk!" Miranda, seorang wanita bertubuh molek rekan kerjanya, memeluk manja lengan kanan laki-laki yang diamati Jikala sedari tadi.

Damian tersenyum santai. "Sure, Mira. Tapi––"

"Excuse me, bitch, he already has a lunch date. With ME." Hana, rekan kerjanya yang lain––kali ini berkaca mata ala dosen-dosen seksi di film––menyela seraya menarik lengan kiri Damian.

Pria itu tertawa. "It's not a date, Hana."

"Whatever. Intinya you'll have lunch with me. Mira, better luck next time, ya."

"Sorry ya Han, sebelum elo dan suara cempreng lo nyela percakapan gue sama Damian, I clearly heard that he said sure!" Mira menarik tubuh pria itu ke arahnya.

"Sorry to ruin your expectations ya, Mir. Tapi probably lanjutan kalimat Damian adalah: 'sure, tapi besok atau lusa. Karena hari ini makan siangnya sama Hana'." Wanita itu tak mau kalah menarik tubuh Damian ke arahnya.

"Woah, chill ladies," Pria muda itu melepaskan diri dari dua wanita rekan kerjanya seraya mengangkat tangan. "Why don't we three have lunch together? Good? Alright, case closed."

"No way!" "Najis!"

....

Jikala menghela napas panjang seraya memijit pelipisnya yang pening. Biar ia beri tahu, menonton drama murahan ala opera sabun sebelum istirahat makan siang adalah hal yang tidak ingin kau lihat di kantormu.

Paling tidak Jikala jadi tahu satu hal; ia tidak akan memberitahu Damian pasal kehamilannya––buah dari unprotected sex yang mereka lakukan karena mabuk saat pesta ulang tahun perusahaan bulan lalu. Yup, positif. Jikala tidak akan memberi tahu pria itu.

Alasannya?

Jelas bisa kalian petik dari adegan murahan tadi.

Damian Raka, pria metroseksual muda di usia matang-matangnya yang sangat bebas dan anti komitmen, selalu menyambut semua pria dan wanita yang mendekatinya, jelas-jelas tidak akan mau diberi tanggung jawab besar berupa bayi yang merepotkan. Tolong kata jelas-jelas digarisbawahi.

Pemuda yang biasa dipanggil Kala itu optimis satu-satunya solusi yang akan Damian berikan begitu ia diberi tahu, adalah aborsi––yang mana tidak akan Jikala lakukan sampai ia mati sekali pun.

Pemuda manis itu menjedotkan pelan kepalanya ke permukaan meja berulang-ulang sembari menggigit bibir. Sial, di antara semua pria di semesta sialan ini, kenapa ia harus tidur dengan laki-laki sebebas dan seanti-komitmen Damian Raka, sih?! Dan kenapa pula hanya tidur sekali langsung membuahkan hasil begini?!

"Sialan, sialan, sialan ...," desisnya frustasi tanpa menghentikan gerakannya menjedotkan kepala.

"You ... good?"

Kala mengangkat kepala menatap sang penanya. Matanya yang cantik menyipit tidak suka.

"Ngapain di sini?" tanyanya lebih ketus dari yang ia rencanakan. "Bukannya lo mau lunch sama Mira, Hana, atau siapa pun itu?!" Dan entah kenapa Kala jadi kesal meski itu tidak ada hubungannya dengan dia.

The Art of Becoming ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang