15

5.4K 733 176
                                    

Dengan menyilangkan tangan di depan dada, Kala berdiri mengamati Damian yang tertidur bersandar di sofa sejak episode dua mencapai pertengahan. Matanya menyipit keki sebelum kemudian bibirnya mengeluarkan bunyi decak pelan.

"Lo beneran 'tinggal lebih lama' ya, Dam?" cibirnya setengah geli.

Kala menatap lekat-lekat wajah tidur Damian yang tampak damai––dan kelelahan luar biasa. Bagaimana tidak, di tengah kesibukan pekerjaannya, ia masih saja memaksakan diri mengurus Kala––yang sebenarnya amat sangat tidak perlu. Ayolah, Kala adalah laki-laki dewasa berusia 24 tahun! Dia tidak butuh siapa pun untuk mengurusnya.

Tapi bagaimana pun juga, Kala jadi merasa tidak enak. Lagi pula, ia tidak sampai hati membangunkan pria itu dan menyuruhnya pulang ke rumahnya sendiri. Dia tidak sejahat itu, ya.

Setelah menghela napas singkat, Kala beranjak ke kamarnya untuk mengambil persediaan selimut di lemari. Ia kembali ke sofa di ruang depan tempat Damian tidur tidak lama kemudian.

Kala menata bantal di lengan sofa. Lalu dengan lembut membaringkan tubuh Damian hingga kepalanya menempel nyaman di bantal. Kala menahan napas saat melihat Damian bergerak gelisah, tapi untunglah pria itu tidak terbangun.

Setelah ini Damian harus berterima kasih pada Kala. Ia sudah berbaik hati memperbaiki posisi tubuhnya yang tadinya tidur terduduk menjadi lebih 'ramah badan'. Alias tidak akan membuat laki-laki itu pegal ketika bangun. Untunglah sofanya muat untuk menjadi tempat tidur dadakan Damian. Cukup untuknya berbaring tanpa harus menekuk kaki.

Ia lantas menyelimuti tubuh pria itu dengan selimut yang tadi dia ambil. Kala mengangguk dan tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Kemudian beranjak ke kamarnya sendiri untuk tidur.

-o0o-

Selalu saja seperti ini.

Kala sering terbangun tengah malam atau dini hari dengan perut tidak nyaman––kadang sampai membuatnya terjaga sepanjang sisa malam. Ia mendesah gusar menatap langit-langit kamar sembari mengusap perutnya sendiri yang masih rata.

"Kenapa sih, Lil? Aku mau tidur," ucapnya pada udara kosong. "Kamu mau kita nonton Anya lagi?"

Setelah beberapa saat, kepala Kala buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak. Ide buruk. Nanti bisa kebablasan sampe pagi."

Kala beranjak duduk di kasurnya. Dia baru memejamkan mata 3 jam dan Lilo sudah membuat tingkah di dalam sana. Secepatnya ia harus memikirkan cara agar perutnya baikan lalu kembali tidur.

"Oke, Lil, aku bikinin kita susu. Abis itu kamu jangan rewel lagi ya. Dan plis, biarin aku tidur."

Kemudian ia keluar kamar menuju dapur, membuat susu hamil rasa stroberi yang kemarin dulu dibelikan Damian. Setelah menghabiskan susu hangat itu dalam beberapa kali teguk, mata Kala melirik kulkas dengan tertarik. Teringat bahwa di freezer masih ada stok es krim rasa cokelat favoritnya.

"Cuma sedikit aja," gumannya lebih pada diri sendiri––seperti melafazkan niat, kemudian berjalan menuju kulkas. Senyumnya merekah saat ia membuka freezer dan melihat cup es krim teronggok angkuh menunggu dijamah.

Kala menyendok langsung tanpa repot-repot mengeluarkannya terlebih dulu dari kulkas. Kemudian menyuapkannya ke mulut dengan riang. Sensasi dingin, lembut, dan manis yang membuai lidahnya membuat Kala terlupa pada 'cuma-sedikit-aja' nya.

Ia terus meyuap sendok demi sendok es krim itu, hingga tidak menyadari kehadiran orang lain di belakangnya.

"Lagi ngapain, Jikala?"

Kala terlonjak kaget hingga refleks menjatuhkan sendok es krimnya. Lalu menoleh horor pada lelaki itu.

"D-damian," gagapnya seperti seseorang yang tertangkap basah sedang melakukan tindak kriminal. Buru-buru ia menutup pintu kulkas dengan cepat. "G-gue nggak lagi ngapa-ngapain."

The Art of Becoming ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang