Setelah malam itu, besoknya mereka benar-benar pulang bersama selepas kerja.
Sebelumnya, mereka sempat membeli seloyang besar pizza di restoran cepat saji seberang kantor. Selain untuk makan malam, itu juga untuk mendukung agenda menonton-anime-bareng yang mereka rencanakan malam ini.
Dalam perjalanan di tengah hiruk pikuk kemacetan, Damian memutar musik dari stereo mobilnya. Dan sumpah demi Tuhan, Kala tidak ingin mengernyit protes kalau saja pilihan musik Damian lebih ... umum.
"Seriously, Dam? Mozart?"
"Sebenarnya ini Tchaikovsky," ralatnya kalem sambil tetap fokus menatap jalanan depan. "Katanya musik klasik bagus buat bayi. Siapa tau Lilo juga suka."
Kala melongo tak percaya, tapi kemudian memutuskan untuk mendesah pasrah dan menikmati musik pilihan Damian yang mirip lagu pembuka kartun Tom and Jerry itu.
"Siapa tau ternyata Lilo sukanya lagu death metal," gerutunya menatap keluar jendela mobil.
"Hah? Gimana, Kal?" tanyanya, yang tidak mendengar jelas nyinyiran Kala, tapi mengira itu mungkin saja perkataan penting. Tidak tahu saja dia ....
Kala berdecak halus. "Bukan apa-apa."
Pemuda itu melenguh bosan, ia hampir-hampir jatuh tertidur saat ponsel Damian berbunyi tanda ada panggilan masuk. Dengan satu tangan memegang setir, Damian menjawab telepon itu melalui speaker.
Lewat sorot mata, ia menatap Kala lalu stereo mobilnya. Isyarat meminta tolong pemuda itu untuk mengecilkan suara musik yang diputar. Tanpa bicara, Kala menggerakkan tangannya gesit menekan tombol untuk mengurangi volume.
"Ya, Eric?" sapa Damian pada seseorang di seberang telepon.
Itu adalah temannya yang tiba-tiba menjadi panitia dari reuni dadakan geng bandel mereka dulu saat SMA, alias sekalian menggelar reuni di pesta ulang tahun salah satu teman sekelas mereka dulu. Alias menggelar acara dalam acara, seperti benalu.
"Damian, ma bro! Gimana nih, party-nya Cecil malem ini? Lo pastinya join kan? Party, ma men, partyyyy!! Kita mabok sampe subuh mumpung besok weekend. Yiiihaaa!"
"Gue baru balik kantor, Ric."
"Halah! Masih bisa lah mandi, milih baju cakep, terus milih cologne yang wanginya sensual buat malem ini. C'mon ma men, ini the one and only Cecilia, loh! Cewek paling cakep seangkatan kita yang dulunya kapten cheers! Yang pernah naksir lo dan ngejar lo gila-gilaan tapi lu-nya lempeng-lempeng aja karena udah ada cewek. Tebak, bro! You're a lucky asshole. Dia baru aja cerai sama aki-aki pengusaha batu bara dan berhasil dapetin harta gono-gininya. Gile, gile, gileeee! Dan dia nanyain kontak lu, coy! Adoh, adoooh, cinta lama belum kelar, kelarin di kasur dah, Bang! Ahayyyy!"
Damian menahan napas. Ia tahu bahwa sama sepertinya, Kala mendengar semua ocehan Eric dengan sangat jelas. Meski pemuda itu kini memilih diam seribu bahasa dan memasang raut tanpa ekspresi seakan tidak ikut mendengar apapun.
"Nggak lo kasih, kan?" desisnya geram.
"Gile aje, ya gue kasih, lah!" jawab Eric tanpa menyadari kegusaran Damian. "Iye, sama-sama, Dam. Jiaaaaakh, seneng kan, lu?" Pria itu tergelak tanpa dosa di seberang sana. "Damian. Damian, si anak nakaaaal. I know, Bro. I know. Kondom udah ready kan, di dompet?"
Cengkraman Damian mengencang di setir. "Eric."
"Kagak terima alesan lagi gue. Si culun yang dulu kagak berani ngapa-ngapain Luna cuma karena 'umurnya belum legal'. Hadeh, si cupu, gue pertama cium cewek waktu kelas dua SD! Sekarang lu harus berubah, men! Jadi keren––"
![](https://img.wattpad.com/cover/315085427-288-k10674.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Art of Becoming Parents
FanficMinho dan Jisung adalah sepasang rekan kerja yang mendadak harus bekerja sama belajar menjadi orang tua demi mempertanggungjawabkan buah dari "kecelakaan" yang mereka perbuat di suatu malam yang panas. Akankah si paling terpaksa-menjadi-pasangan ya...