—He's Not That Bad
"Sekakmat!"
Dengan satu kaki terangkat dan mulut sibuk mengunyah kacang, Nakia tersenyum penuh kemenangan saat menterinya berhasil memojokan raja putih milik Brian.
Suara mengerung kesal segera meluncur mulus dari bibir Brian, diikuti serentetan umpatan yang membuat bajak laut mana pun mengangkat topi segan. Nakia terpingkal dan mendorong papan catur itu hingga bidak-bidak yang tersisa di atasnya berjatuhan.
"Ulang!" seru Brian kesal.
"Terserah," Nakia mengedik bahu pongah. "Paling lu kalah lagi."
Brian menggerutu sambil menata posisi bidak catur di atas papannya. Sementara di sebelahnya, sang adik perempuan ongkang-ongkang kaki seraya menyesap iced americano-nya seperti seorang bos besar.
"Kali ini harus masang taruhan nggak sih? Biar asik. Hmm ... kamera lo, maybe?"
Brian mendelik sebal. "Lo mau bikin gue jadi pengangguran?!"
"Yakin amat bakal kalah, Bang?" Nakia tertawa mengejek.
Rahang Brian mengatup. Ia merupakan pecinta tantangan yang benci diremehkan apalagi kekalahan. Gengsinya yang tinggi tidak sejalan dengan sumbunya yang pendek. Tapi kali ini, akal sehatnya menjerit agar ia tidak jatuh di perangkap adik perempuan liciknya itu.
"Shut up," gumam pria itu, "nggak boleh taruhan-taruhan. Dosa."
"Jiaaaakh!" cemooh Nakia tergelak lepas. "Lagu lu, Bang!"
Brian tetap menata pion tanpa menghiraukan adiknya. "Semoga Tuhan mengampuni engkau, wahai saudariku yang murtad."
Nakia mendengus pelan. "Amin."
"Buru maen!" perintah Brian saat semua bidak sudah selesai ditata sesuai aturannya. Ia mendapat bidak hitam.
"By the way, Bang," Nakia memajukan dua pion kecilnya. "Menurut lo Damian Raka sekaya apa, dah?"
"Mana gua tau!" Giliran Brian memajukan satu pion di depan kuda dua langkah. "Kenapa emang lu nanya-nanya?"
Nakia mengedik bahu. "Lo tau panti asuhan tempat gue biasa nyumbang, kan? Yang pengurusnya bilang panti lagi susah karena donatur berkurang. Gue nggak tau Kala cerita ke dia apa gimana, tapi ... apparently, Damian nyumbang ke sana. Nominalnya ... well, nggak bisa dibilang kecil."
Alis Brian terangkat heran. "He did?"
"Hm," angguk Nakia enggan. "Kata pengurus panti, Damian bilang dia ingin andil walaupun sedikit dan ngasih kesempatan for a better life buat anak-anak yang nggak diinginkan ibu mereka ..., or something like that. I mean, that's pretty ... good?" ungkap Nakia sedikit tidak rela.
Bukan alaminya Nakia memuji laki-laki dan mengakui kebaikannya—sekalipun itu adik iparnya sendiri.
Brian membuat raut wajah aneh, seperti terkesan namun ia tahan. Dan akhirnya pura-pura mencibir tidak peduli. "Yeah, well ... he's not that bad, I guess. Jeez, I don't know."
"Walaupun kedekatan mereka awalnya karena mereka fucked up, dan gue juga masih agak nggak rela Kala keluar dari anggota klub single siblings kita yang terhormat ini, tapi yah ... kita berdua tau, Kala bisa aja dapet yang lebih buruk. Damian Raka ... is a good man—paling nggak sampai sejauh ini, he is."
"Kalau sampai enggak, entar dia jadi urusan gue." Brian mengedik bahu sambil menjalankan pionnya. "Ngomong-ngomong, lo jadi mau adopsi anak dari panti itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Art of Becoming Parents
FanfictionMinho dan Jisung adalah sepasang rekan kerja yang mendadak harus bekerja sama belajar menjadi orang tua demi mempertanggungjawabkan buah dari "kecelakaan" yang mereka perbuat di suatu malam yang panas. Akankah si paling terpaksa-menjadi-pasangan ya...