10

5K 671 127
                                    

Di ranjang besar itu, tubuh Damian bergelung seperti bayi dengan kepala berada di pangkuan ibunya yang duduk bersandar di kepala ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di ranjang besar itu, tubuh Damian bergelung seperti bayi dengan kepala berada di pangkuan ibunya yang duduk bersandar di kepala ranjang. Meski tidak tidur, mata laki-laki itu terpejam menikmati usapan lembut dari tangan sang ibu di rambut legamnya.

"Mas kok tumben banget manja gini? Jadi kayak Leon aja," guraunya, mengingat Leonas Raka, putra bungsunya yang berbeda jauh dengan perangai si sulung yang sangat dewasa. "Lagi suntuk di apartemen? Makanya nginep di sini."

"Lagi kangen Ibu," sahut Damian. Kepalanya ia gerak-gerakan ke tangan Ibu yang tadi diam sebentar, berhenti mengusapi rambutnya. Tingkahnya persis seperti kucing manja yang meminta dielus terus-menerus.

Paras cantik ibunya mengulas senyum geli. "Itu karena kamu kesepian. Kan Ibu udah bilang; cari istri, Mas. Jadi ada yang ngusap punggung sama rambut kamu kalau kamu mode manja gini."

"Hm," guman Damian malas setengah tertidur.

Ibu berdecak gemas. "Ibu berkali-kali ngingetin buat stop ngurusin Ibu sama adikmu terus sampe kamu kelupaan ngurus diri sendiri, lupa nyari istri. Kamu mungkin berat jodoh karena ngemong adikmu terus. Cewek-cewek jadi ndak mau deket sama kamu."

Kelopak mata Damian terbuka tidak senang. "Siapa juga yang ngemong bayi kunyuk model Leon gitu. Kalo Ibu rancu susah nyari definisi yang bener, aku kasih tau, itu namanya berantem, Bu."

Ibu memukul bahunya pelan sambil tertawa. "Kamu ini!"

"Lagian Ibu juga, gimana mungkin aku nggak ngurusin keluargaku sendiri. Apalagi Ibu. Kan Ibu my love, my life."

Telunjuk Ibu mengetuk dahi putranya gemas. "Tukang gombal!" Ibu tertawa. "Ibu bukan cewek-cewek yang gampang ditipu sama gombalan begitu ya. Udah kebal."

Meski begitu, Ibu selalu bersyukur Damian sangat perhatian pada keluarga. Tetap mau direpoti ini itu olehnya meski ia sendiri sudah mapan di kota besar. Terlebih setelah sang suami meninggal dua tahun lalu. Saat-saat yang sulit. Adik iparnya yang berengsek dan terlilit hutang ratusan juta ke rentenir begitu licik menginginkan semua harta peninggalan suaminya, hingga mengusiknya yang masih berduka.

Puncaknya tepat dua bulan setelah kematian Ayah. Ketika si adik ipar mengirim pencuri untuk mebobol rumahnya dan mencari sertifikat rumah. Damian dibuat murka sekali.

Ia pulang ke Jogja kemudian menyewa pengacara dan menjual semua warisan bagiannya, Leon, dan Ibu. Termasuk rumah yang merupakan tempatnya tumbuh besar di kota penuh kenangan itu. Semua nilai sentimentil yang ada, rasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa khawatir Ibu akan terus diganggu paman berengseknya yang bahkan tidak pernah peduli pada Ayah semasa ia hidup.

Damian memboyong Ibu dan adiknya yang saat itu baru lulus SMP ikut dia ke ibu kota, agar lebih dekat dalam pengawasannya. Setelah itu, dengan uang hasil penjualan properti di Jogja, ia membeli rumah untuk Ibu dan Leonas.

The Art of Becoming ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang