21

5.3K 700 124
                                    

"Lo lupa password apartmen lo apa gimana, dah, Kal?"

Jikala tersentak di depan pintu apartemennya mendengar seruan Rhys dan meringis kecil. Kala bukannya lupa, tapi ia berusaha selama mungkin untuk tidak masuk ke apartemennya dengan sengaja salah memasukkan kode. Ia ngeri membayangkan apa yang akan terjadi.

Hari minggu ini setelah mereka keluar bersama, Rhys tiba-tiba ngotot ingin mengambil novel erotis Harlequin yang sudah Kala pinjam sejak tiga bulan lalu tapi belum kembali-kembali. Ia ingin mengambilnya sendiri langsung di apartemen Kala dari pada si sahabat lupa mengembalikannya terus-terusan.

Sayangnya, hal itu membuat si pemilik apartemen gelagapan karena masih ada Damian di sana.

Ia sudah membombardir pesan ke Damian meminta pria itu 'menyembunyikan diri', tapi tadi belum terbaca dan sekarang Kala belum mengeceknya lagi. Membuatnya semakin cemas.

"Kal! Malah ngelamun lagi nih anak."

Kala mengerjap dan berdehem. Ia menoleh pada sahabatnya dan nyengir paksa, lalu memasukan kode yang benar dengan jari gemetar.

Plis, Dam, mohon kerja samanya. Semesta tolong kami. Ia merapal doa dalam hati.

Kala membuka pintunya ragu-ragu, dan berjalan gelisah, bertingkah seperti pencuri di rumah sendiri. Oke, ruang depan aman. Tidak ada tanda-tanda Damian di manapun. Kala sudah akan bernapas lega, sebelum langkahnya tiba di depan dapur yang hanya terpisah sekat kecil dengan ruang depan. Pemuda itu terkesiap sejadi-jadinya dengan mata terbeliak kaget, saat mendapati Damian tengah memasak di sana.

Oke, kata 'memasak' itu terlalu halus. Yang benar adalah, pria itu tengah mengacau di sana dan membuat dapurnya serupa kapal pecah. Dengan cipratan minyak di dinding, ceceran noda saus di permukaan kompor dan meja dapur, lantai yang tampak licin berminyak, dan tumpukan wadah kotor di tempat mencuci piring.

Rhys yang berjalan di belakangnya, ikut berhenti di sebelah Kala dan terperangah melihat kejadian langka itu.

"Wow. What's happening here?" gumamnya terpana.

Kala tidak heran kalau doanya tidak dikabulkan, ia sadar ia bukan orang yang religius. Tapi semesta tidak harus langsung memberinya kartu as begini juga, kan?!

"Oh, hai Kal. Lo udah pulang?" Damian tersenyum serba salah menyambutnya sambil keteteran meletakkan pan kotor di bak cuci piring. "Anu, sori soal dapur lo. Bakal gue bersihin semuanya kok, tenang aja. Harusnya ini semua udah beres sebelum lo balik, tapi ternyata lo pulang cepet, dan––oh, ada Rhys juga. Hey, Rhys. Sori lo harus liat kekacauan ini."

Harusnya bukan 'sori Rhys harus liat kekacauan ini', tapi 'sori Rhys harus liat keberadaan Damian di apartemen Kala begitu santainya sampai masak segala seakan di rumah sendiri padahal mereka tidak ada hubungan apa-apa'.

"Wow," ulang Rhys lagi. "What kind of domestic husband and wife thingy happen in here? Gue nggak––wait a minute." Ia mengangkat tangan memberi otaknya kesempatan untuk mencerna situasi. "Wait. A. Damn. Minute."

Matanya memicing dramatis mengamati Kala dan Damian bergantian. Kemudian terkesiap dan melototi Kala tajam dengan menghakimi.

Oh. Em. Ji.

"Holy crap, kalian tinggal serumah!!! Kal, lo literally tinggal bareng cowok paling hot dan paling diicar dari divisi kita dan elo diem-diem aja?!" celotehnya heboh. "Oh my God, tunggu sampe cewek-cewek di kantor tau elo tidur bareng sama Damian mereka––nggak cuma sekali, tapi secara berkala karena udah tinggal bareng! Ya ampun, Kal, gue nggak nyangka lo ikut-ikutan trend buffalo gathering yang marak belakangan ini."

The Art of Becoming ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang