Holik terheran-heran, pasalnya ia dan Ares akan pulang ke rumah. Mengapa ia mengantarnya ke rumah sakit?
"Sebenarnya, siapa yang dirawat di sini?" Holik bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
CEKLEK
Knop pintu ruangan itu dibuka oleh Aresta, lalu masuk ke dalam.
"Sela-" Aresta terkejut karena pandangannya kali ini adalah teman-teman Nindy.
Aresta melanjutkan ucapannya, "Selamat pagi."
"Pagi, Bang," yang semula duduk di ranjang dan kursi dekat Nindy, kini mereka langsung berdiri seperti memberikan celah untuk mereka.
"Nindy," Aresta langsung memastikan keadaan Nindy dengan sigap.
"Nindy?" Holik terdiam dan bertanya-tanya dalam lubuk hatinya.
"Kenapa dengan cucuku?" Holik yang berada di luar ruangan pun tiba-tiba langsung masuk ke dalam ruangan untuk memastikan rasa penasarannya.
Holik terdiam mematung menatap Nindy dengan iba.
"Res..." suara gemetar itu mengalihkan fokus Ares pada Nindy.
"Kek, maaf," Ares menundukkan kepala tak berani menatap wajah kakeknya.
Kakinya melemah, tak kuasa untuk berdiri. Dan Aresta berusaha membantu kakeknya agar tak pingsan.
"Lepasin!" Holik menepis tangan Aresta dengan kasar, Aresta hanya menuruti kemauan kakeknya itu.
"Dek? Ini kakek, Nak. Kamu sakit apa selama ini, Nak? Kenapa nggak ada yang kasih tahu kakek kalau kamu sakit? Maafin kakek nggak bisa ada di sisi kamu pas kamu butuh kakek, jangan tinggalin kakek ya. Kakek sayang sama Ade, cup," Holik beberapa kali menciumi cucu kesayangannya dan mengelus kepala Nindy.
"Ibu kamu kemana, Res? Kakek dari tadi nggak lihat ibumu?"
DEG
Pertanyaan yang sudah diantisipasi akan dilontarkan itu ternyata sudah terucap. Ia bingung akan menjawab apa. Ia tak mau melihat keadaan kakeknya menjadi buruk karena ulahnya, tapi ia tak pernah diajarkan untuk berbohong. Ibunya selalu menanamkan rasa kejujuran pada putra dan putrinya sejak mereka masih kecil, sehingga ia selalu enggan untuk berbohong meskipun melakukan kebohongan putih.
"Ibu ada di rumah barunya, Kek." Hanya kalimat itu yang bisa ia lontarkan pada kakeknya.
"Dimana? Apa Hani tau kalau adekmu sakit?"
"Tau, justru ibu yang tahu duluan daripada Ares."
"Terus kenapa dia nggak ada di sini? Kalau lagi sakit gini, sosok ibu penting banget, Res. Jangan lengah dan jangan egois. Rumah barunya ibumu ada di daerah mana, siapa tahu kakek bisa samperin."
"Nggak usah, Kek. Nanti Ares sama Ade aja yang nganterin kakek ke rumah baru ibu. Tapi nanti kalau Nindy udah sembuh ya, Kek, kumohon bersabar."
"Oke kalau gitu, sebentar ya, Res. Kakek mau telpon dulu."
"Iya, Kek."
Holik menjauhkan badannya dan berjalan menuju arah kaca besar yang menghadap ke lalu lalang ibu kota.
"Hallo, Bani, kamu dimana?" ucap Holik memulai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembagi Arutala (ON GOING)
Teen FictionNindy dan Abrar adalah dua jiwa yang terluka, dipersatukan oleh takdir dan cinta yang penuh pengorbanan. Di balik setiap senyuman tersembunyi rasa sakit dan keraguan yang mereka coba atasi bersama. Ketika Tuhan mempertemukan mereka, Abrar menjadi ja...