Nindy memasuki kelas dan duduk di kursinya dengan ekspresi murung. Suasana hatinya hari ini tidak baik, terutama setelah percakapan pagi dengan Bian. Bian mengatakan bahwa dia tidak bisa berjanji akan terus menjaga Nindy, dan hal itu sangat menyedihkannya.
Sahabat-sahabatnya saling berbisik, bingung melihat suasana hati Nindy yang suram di pagi hari.
Lestari menyenggol tangan Ulfa. "Kenapa? Kenapa dia tampak begitu murung pagi ini?"
"Kayaknya ada masalah, deh. Dia kan susah banget buat terbuka sama kita. Waktu itu juga kayak gini, pas dia putus sama Bian. Lo tau kan?" Ulfa menjelaskan.
"Ketos? Iya, gue tau. Terus kenapa?" Imel mulai penasaran dengan kisah Nindy di masa lalu.
"Waktu itu, awal-awal sekolah, mereka deket banget. Bian sering nganter jemput Nindy, dan mereka udah deket hampir dua tahun. Nindy kaya, jadi mungkin kelihatannya gampang bagi dia, tapi setelah Bian pindah ke luar negeri, mereka putus. Nindy jadi pendiem dan jarang senyum sejak Bian pergi tanpa pamit. Sekarang, meskipun Bian balik, mereka masih menjalin hubungan baik meski sering berdebat."
"Kasihan juga, kalau alasannya begitu. Tapi, Nindy juga harus tahu bahwa setiap kebahagiaan pasti ada sisi buruknya," ucap Delia membayangkan dirinya di posisi Nindy.
"Jangan lihat dari satu sisi aja, Del. Nindy pasti menyimpan banyak perasaan di dalam dirinya," Imel menepuk pundak Delia lalu menatap ketiga sahabatnya.
☆☆☆☆☆
Hampir dua tahun Bian meninggalkan Nindy di Indonesia tanpa kabar. Kini, dia kembali dengan senyum khasnya. Namun, terkadang yang lebih sulit dari perpisahan bukan hanya menerima, melainkan terbiasa dengan perlakuan dan sifat sebelum perpisahan.
Nindy bergelut dengan pikirannya sendiri saat menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Pikiran tentang ucapan Bian di lorong masih membayanginya.
"Nin, ada yang nyariin lo!" teriak seorang laki-laki, membuyarkan lamunan Nindy.
"Siapa sih? Ganggu aja," jawabnya dengan datar sambil menghampiri laki-laki itu.
"Dicariin Ibu Popon. Lo disuruh ke ruang BK," teriaknya lagi. Laki-laki itu adalah Herla, wakil ketua kelas.
Ibu Popon adalah guru bimbingan konseling yang terkenal tegas di sekolah ini. Dia memperhatikan setiap pelanggaran dan suka mengobrol dengan murid-murid bandel.
Sahabat-sahabatnya bingung melihat reaksi Nindy.
"Ada masalah apa, sih?" tanya Ulfah penasaran.
"Yah, enggak tahu. Lagian, gue anak baik-baik. Cuma bergaul sama kalian aja," jawab Nindy sambil tersenyum meledek.
"Orang baik mana yang ngaku baik?" timpal Lestari.
"Yaudah, teman-teman. Gue ke BK dulu ya. Bye!" Nindy pergi dengan gaya alaynya.
"Siapa yang nyuruh?" tanya Nindy sambil berjalan ke arah dua orang laki-laki yang menunggunya.
"Dia, ngapain?" tanya Nindy bingung.
"Ya jemput lo lah," jawab salah seorang dari mereka.
"Yaudah, makasih," Nindy mengampiri kedua laki-laki tersebut.
☆☆☆☆☆
"Nindy, jemput gue buat ke ruang BK?" tanya Nindy pada laki-laki tersebut.
"Iya," jawab salah seorang itu singkat.
"Kenapa masih diem?" tanya Nindy sambil berjalan mendahului.
Saat tiba di lorong sekolah, langkahnya terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembagi Arutala (ON GOING)
Teen FictionNindy dan Abrar adalah dua jiwa yang terluka, dipersatukan oleh takdir dan cinta yang penuh pengorbanan. Di balik setiap senyuman tersembunyi rasa sakit dan keraguan yang mereka coba atasi bersama. Ketika Tuhan mempertemukan mereka, Abrar menjadi ja...