Hari ini adalah hari ulang tahun Nindy, hari pertama dirinya hidup tanpa ibu tercintanya.
Banyak wartawan yang datang ke pemakaman ibunya, entah apa yang membuat mereka tertarik pada kesedihan keluarga ini.
Asya dan Janu sudah pergi dari pemakaman karena urusan mendadak. Bian tetap berada di samping Nindy.
Orang tua Bian tidak pernah marah jika Bian berhubungan dengan Nindy. Mereka sudah merestui hubungan mereka, meskipun orang tua Bian tidak tahu bahwa Nindy sudah selesai dengan Bian.
"Dek, pulang yuk," Ares mengajak adiknya pulang.
"Adek masih mau di sini, Bang," Nindy menjawab sambil menatap Ares.
"Abang masih ada urusan, harus pergi sekarang."
"Adek nggak papa sendiri di sini. Nanti Adek pulang naik angkutan umum. Bian, lo juga kalau mau pulang nggak papa. Nanti gue pulang sendiri. Gue masih pengen di sini sama ibu," Nindy kembali menatap nisan.
"Biar gue yang jaga Nindy, Bang. Lo kalau mau pergi nggak papa. Nindy aman sama gue," Bian menawarkan.
"Lo belum pulang dari semalem, lo selalu jagain gue. Lo nggak capek?" tanya Nindy.
"Lo tau kan, papah mamah gue baik-baik aja," jawab Bian.
"Yaudah, Adek sama Bian ya. Abang ada urusan. Nanti abang langsung pulang," Ares mencium kening adiknya dan mengusap nisan ibunya.
"Abang pergi dulu ya Bu, maaf abang nggak bisa lama. Adek jangan berlarut dalam kesedihan. Ingat! Ibu nggak suka kalau anaknya lemah," Ares meninggalkan mereka di pemakaman.
"Jagain adik gue ya, Bian."
"Iya, Bang."
"Bian," Nindy memanggil lembut.
"Iya, sayang. Ada apa?"
"Masih banyak wartawan yang nunggu gue ya?" Bian mengangguk.
"Salah nggak kalau gue terus-terusan sembunyiin identitas gue?" tanya Nindy.
"Lo terganggu nggak sama apa yang lo lakuin sekarang?"
"Nggak," jawab Nindy.
"Berarti nggak salah. Kita kadang perlu jaga privasi biar aman. Tapi kalau lo mau semua orang tahu, ya silakan aja," jelas Bian.
"Tapi kemarin Abrar tahu rumah gue. Gue nggak bermaksud kasih tahu dia. Harusnya gue naik angkutan umum aja kemarin," sesal Nindy.
"Maaf ya, pasti gara-gara gue," kata Bian merasa bersalah.
"Gak, bukan salah lo. Salah gue. Coba gue nggak kabur ke pantai."
"Ndy..." ucap Bian menggantung.
"Iya?"
"Selamat ulang tahun, perempuan cantik," ucap Bian. Nindy tersentuh.
"Ingat? Kok gue nggak inget ya. Hahaha."
"Ibu pasti bangga sama lo," Bian mengelus kepala Nindy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembagi Arutala (ON GOING)
Genç KurguNindy dan Abrar adalah dua jiwa yang terluka, dipersatukan oleh takdir dan cinta yang penuh pengorbanan. Di balik setiap senyuman tersembunyi rasa sakit dan keraguan yang mereka coba atasi bersama. Ketika Tuhan mempertemukan mereka, Abrar menjadi ja...