Bagian 22

16 1 1
                                    

Flashback On

1 Minggu yang Lalu

POV Abrar

Dua sejoli tampak sedang asyik bercanda di tempat nongkrong favorit mereka. Abrar melangkah perlahan mendekati mereka.

“Yan, Yan. Lihat deh, itu Abrar,” Radit menepuk bahu Sopyan yang tengah menikmati kopi panas.

“Lo gila ya, Dit? Gak bisa santai dikit, ini mulut gue kayak terbuat dari kaleng monde apa?” Sopyan menggerutu sambil tetap menyesap kopinya.

“Dia nyamperin kita, Yan. Lihat tuh.” Sopyan hanya menghela napas panjang, menahan kesal melihat kelakuan Radit.

“Terus gue harus ngapain? Sewain odong-odong buat nyambut dia?” Sopyan menanggapi dengan sarkasme yang khas.

"Halo, para pengangguran pemburu lowongan kerja!" Abrar menyapa dengan canda yang seolah menusuk, namun penuh keakraban.

“Lo kali, gue mah udah enggak nganggur,” balas Sopyan, sambil membersihkan noda kopi yang terciprat di bajunya.

"Yang kaya dari lahir, diem aja deh lo," sindir Radit, tertawa kecil.

"Lo juga diem, MEDIT! Bukannya bantuin gue bersihin baju, malah nyerocos mulu kayak emak-emak," Sopyan menyindir balik.

"Ada apa sih, lagi pada hamil ya? Siapa bapaknya? Mang Usef?" Abrar menambahkan dengan nada bercanda yang semakin memanaskan suasana.

Sopyan hanya bisa mengangkat tangan ke langit. “Ya Allah, boleh refund gak ya punya sepupu kayak mereka?”

“Lah, dikira kita paket gitu?” Radit menatap Abrar, yang hanya tersenyum kecil.

"Iya jeng, padahal kita itu..." Abrar menggantungkan kalimatnya.

"BAWAN, BANCI MENAWAN," Radit dan Abrar berteriak bersama, membuat Sopyan terlihat makin putus asa sekaligus geli dengan keanehan mereka.

"Lo ke mana aja, Ar? Jarang main ke pantai lagi," tanya Sopyan, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Iya, lo ke mana aja?" Radit ikut penasaran.

"Ada, gue di rumah. Temenin nyokap, ayah dinas lagi ke luar kota."

"Mang Doni ke luar kota? Rek naon anying?" Radit menirukan logat Sunda.

“Mana gue tahu, gue aja gak tahu kerjaan ayah apa,” jawab Abrar sekenanya.

"Bisa-bisanya lo gak tahu kerjaan ayah lo sendiri?" Sopyan terheran.

"Emak gue juga gak tahu beliau kerja apa," jawab Abrar sambil tertawa kecil.

"Udah, jangan ngomongin dia, hawa jadi panas," Radit menutup topik.

"Gimana progres lo deketin Nindy, Ar?" Sopyan lagi-lagi mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa tiba-tiba ngomongin dia?" Radit merasa aneh.

"Oh iya, Opan kan suka sama Nindy dari dulu."

“Berisik lo, anjir,” Sopyan segera membungkam mulut Radit, menghindari pembicaraan lebih lanjut.

"Lo beneran suka sama Nindy?" tanya Abrar mendekat.

"Cuma pernah, sekarang kan lo yang lagi berjuang buat dapetin perhatian dia. Gue mah no effort," Sopyan menjawab dengan jujur, meski rasa sukanya masih tersimpan rapi.

“Makasih, brotherku yang paling ganteng.”

“Kok gue gak nyambung ya ngobrol sama kalian?”

"Otak lo yang enggak nyampe, ngobrol sama orang-orang ganteng kayak kita," canda Abrar, disambut gelengan kepala oleh Radit.

Sembagi Arutala (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang