The Prince's arrival.
Malam menjelang saat Malleus masih melakukan tugasnya sebagai figur pemimpin Lembah Duri. Manik kehijauannya mengikuti setiap frasa demi frasa yang menjadi beberapa kalimat yang tertulis rapih dengan tinta hitam dengan bahasa manusia dalam tulisan tegak bersambung. Dalam raut wajahnya, Lilia bisa menilai bahwa Malleus saat ini sedikit bingung dan tergelitik sebab surat yang didapatnya,
"Mengapa surat seperti ini bisa sampai ke Lembah Duri?"
"Entahlah," kelakar Lilia menjawab gundah Malleus, "Mungkin karena kau merupakan Raja Peri agung yang terdekat dari tempat mereka, mereka meminta pertolonganmu untuk mencari jalan keluar dari konflik yang menjadi permasalahan itu."
"Konflik manusia dengan hewan kerap kali terjadi. Aku tidak pernah mengerti, setiap kali kita meminjamkan kekuatan, konflik serupa akan kembali terulang."
Alis hitam Raja berkedut, menghela napas memikirkan segala kemungkinan yang ada. Datang dari luar wilayah kekuasaan Lembah Duri, membuat Malleus harus mengubur segala kecemasan yang menyangkut tentang keluarganya. Ditambah, Malleus menutupi fakta bahwa Naleera merupakan manusia yang dirawat dengan tangannya sendiri. Jika orang luar kerajaan tahu jika Naleera adalah murid sang Raja, bukan tidak mungkin nyawanya terancam. Terlebih gadisnya sedang hijau-hijaunya untuk saat ini.
Desas desus yang mengirimkan kabar yang membuatnya awas mengenai perdagangan manusia yang memiliki bakat langka telah sampai ke telinga runcingnya.
"Tidak ada yang tahu kalau Naleera itu muridku, kan? Tidak ada yang di luar kerajaan mendengar kabar ini."
"Kau tahu, sebuah kabar itu bisa sampai pada ujung dunia sekalipun. Seperti angin yang berembus membawa kelopak bunga untuk menjelajah daratan."
Malleus mendengus kecil setelah Lilia menanggapinya.
"Haruskah aku yang menangani hal sepele seperti ini?"
"Maaf mencela, tuan." Suara Silver jauh lebih jelas ketimbang biasanya. Presensinya sejak awal memang diragukan, tetapi saat ia berkata demikian menguatkan fakta bahwa Silver sejak awal sudah berdiri di belakang kursi Raja. Ia hanya mendengar, tak berniat ikut mencampuri dialog antar dua petinggi Lembah Duri. Namun saat Rajanya menawarkan diri, Silver merasa kalau Malleus tidak perlu direpotkan dengan hal kecil seperti permintaan sekelompok manusia yang mengirim surat itu.
"Ada apa, Silver?" Malleus setengah penasaran, "Kemarilah, perlihatkan wajahmu."
Sol sepatu yang bertemu dengan lantai mulai terdengar dalam setiap tapakan yang membawanya menuruti keinginan sang tuan. Iris hijau Malleus sudah melihatnya. Sosok Silver yang benar-benar tidak lagi muda dengan garis halus yang ada di sekitaran wajah. Warna surainya masih tampak seperti ia muda, tetapi kali ini sudah agak pudar warnanya. Menuju abu-abu bukan perak. Kulitnya tidak lagi kencang, tetapi mata itu masih sama seperti dulu. Tenang dan berkilat tanpa emosi. Jiwanya masih merupakan jiwa seorang kesatria. Sosok Silver yang Malleus rawat sejak kecil itu kini melempar senyum ke arahnya.
Satu tangannya menahan tangan Malleus agar tidak perlu bergerak, lainnya mengambil surat dari tangan yang Silver tahan. Lilia mengembangkan senyum melihat perlakuan Silver yang tidak pernah berubah untuk Malleus,
"Biar aku saja yang ke sana."
Lima puluh empat tahun usianya di bumi membuat Malleus menggeleng mantap akan penawaran yang Silver berikan padanya,
"Tempatmu di sini." Malleus menggenggam tangannya, "Kau milik Lembah Duri, biar aku yang ke sana."
"Maafkan kelancanganku, tuan Malleus." sekali lagi, ia memanggil nama sang Raja. "Aku tidak lagi muda, biarkan aku memenuhi permintaan mereka sebelum usia benar-benar menangkapku dalam istana ini." Silver memandang Malleus penuh keyakinan sampai ia menggenggam tangan besar itu dengan tangannya, "Biarkan aku berguna untukmu, Rajaku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Evenfall
FanfictionEvenfall; the beginning of evening; twilight; dusk. "Mengapa kau memilihku sebagai pengantinmu? Aku hanya manusia beruntung yang diselamatkan olehmu, tuanku. Aku fana, tidaklah abadi seperti kalian." Diamnya Malleus merupakan penyangkalan. Dari tubu...