It will be..., Eden. Eden Draconia.
Bentala biru tergelar megah di atas sana. Dengan mega tipis yang terlukis seperti cat warna putih yang digaris asal menggunakan kuas. Burung berciut menyanyikan suka cita, pohon-pohon menari ke kiri ke kanan mengikuti belaian angin yang mengajaknya berdansa. Kabar ini telah tersampaikan ke seluruh daratan bahwa sesosok pangeran telah lahir membawa serta merta harsa pada seluruh tanah kerajaan yang terberkahi.
Dalam benaknya, Malleus masih sedikit tidak percaya akan kenyataan ini. Ia menimang lembut bayinya, tidak pernah sekalipun mengalihkan perhatian dari sosok mungil yang memiliki surai hitamnya. Ia perhatikan lagi aksa daripada sang bayi. Jauh lebih lembut ketimbang matanya, Malleus bersyukur ia memiliki mata Naleera yang teduh lagi sejuk dipandang. Dengan catatan, pupil sosok mungil tersebut lurus ke bawah seperti Malleus.
Sudut maniknya melirik ke luar pada canvas biru yang sejuk, bibir gelapnya membentuk senyum samar saat tangan kecil itu berusaha meraih dagu lancipnya. Bayi itu tidak ingin ayahnya mengalihkan pandangan, atau mungkin—ia meminta sesuatu dari sang ayah?
"Kau ingin mengunjungi ibumu kembali?" Malleus tahu apa yang diinginkan oleh putranya lewat sirat mata yang saling memandang. Tentu sang ayah juga ingin ibunya menggayun bayinya dalam dekapan penuh kasih sayang. Hari-harinya, Malleus tidak pernah absen untuk memastikan kondisi dan perkembangan Naleera dengan tangannya sendiri. Tak jarang juga ia meletakkan bayinya di sisi sang ibu. Pernah saat itu Malleus mendekatkan putranya pada wajah ibunya yang masih terlelap, tetapi putranya langsung menangis mencari wajah ibunya. Ia ingin ibunya membuka mata untuk melihat, membelai, dan menciumnya.
Dalam langkah tenang, Malleus sesekali mengajak putranya untuk bicara. Tentu sosok mungil itu belum mampu menanggapinya, ia hanya menjukkan tawa atau berkedip-kedip untuk membalas perkataan yang keluar dari bibir gelap ayahnya. Dalam relung hati, sang Raja menyiapkan segala kemungkinan jika ia belum melihat isyarat akan Naleera untuk bangun dari tidur panjangnya. Namun dugaannya tidak sampai di mana ia harus menahan sesuatu yang disebut dengan rindu itu kembali membuat atmanya kesepian. Iris hijaunya setengah terbelalak mendapati sosok yang membelakangi ranjang. Sosok wanita itu tampak tengah meraba pilar tempat tidur, lalu kembali jatuh duduk di atas kasur empuk.
Namun Malleus tidak segera memanggil namanya. Malleus hanya memerhatikan Naleera yang tampaknya masih menemukan keseimbangan untuk berdiri. Terbukti saat ia hendak berdiri lalu kembali terduduk dan hal itu terjadi secara repetitif sebelum Malleus gagal menahan tawa hingga gigi taringnya terlihat,
"Apa perlu kubantu untuk berdiri?"
Naleera diam, ia mematung sebelum mengalihkan separuh tubuhnya pada ambang pintu. Irisnya melebar, bibirnya bergetar melihat siapa yang mengambil langkah untuk mendekat. Netranya kemudian teralihkan pada sosok mungil di dalam balutan kain yang didekapnya lembut. Biasanya Malleus akan memandang Naleera tanpa sirat emosi apapun, tetapi kali ini, ia memandang Naleera penuh rasa kagum serta menyungginggkan seulas senyum yang belum pernah Naleera lihat sebelumnya,
"Ia merindukan ibunya."
Malleus menyandarkan diri pada bantalan yang sudah tersusun sejak Naleera tertidur. Ia menyerahkan bayinya dengan hati-hati, Naleera menerimanya dengan gemetar sedikit tak percaya bahwa ia masih diberikan waktu untuk melihat bayinya
Maniknya berkaca saat beradu pandang dengan sosok bayi yang memandangnya. Warna surainya hitam pekat seperti sang ayah, bertelinga runcing dengan warna kuku yang gelap. Darah keabadian benar-benar mengalir di dalam dirinya. Ia menangis saat tangan kecil itu meraba wajah wanita yang menjadi ibunya.
"Maafkan keterlambatanku, putraku. Maafkan ibu." Hangatnya pelukan seorang ibu kini tengah membalut tubuh mungilnya. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada dada bidang Malleus. Ia menyusuinya sembari menangis, mengenalkan dirinya, mengusap pipi halus putranya dengan jari-jarinya. Naleera kini menjadi ibu untuk seorang Pangeran Lembah Duri.
![](https://img.wattpad.com/cover/313444221-288-k353333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Evenfall
Fiksi PenggemarEvenfall; the beginning of evening; twilight; dusk. "Mengapa kau memilihku sebagai pengantinmu? Aku hanya manusia beruntung yang diselamatkan olehmu, tuanku. Aku fana, tidaklah abadi seperti kalian." Diamnya Malleus merupakan penyangkalan. Dari tubu...