Twenty One.

58 20 13
                                    

Silver and Sebek.

Langkah kaki dibuat begitu ringan dalam Balairung Agung Lembah Duri saat Sebek hendak mengingat kembali bagaimana isi daripada ruang besar yang dulu sering dijadikan tempat main olehnya dan Silver saat keduanya masih begitu akrab tanpa sinyal perselisihan untuk memperebutkan pendapat dari sang tuan atas 'siapa yang paling kuat' di antara kami berdua.

Suara sol sepatu yang beradu dengan lantai batu nan dingin menemani Sebek yang berjalan seorang diri sembari mengamati satu persatu patung yang dipahat dengan detail. Kanan kiri, depan belakang. Semuanya dipahat begitu rapih dan tampak nyata. Simbol daripada keluarga kerajaan Lembah Duri.

Tiada hal yang aneh dalam Balairung yang mampu membuat Sebek berdecak. Namun kali ini, ia dipaksa untuk melihat sesuatu yang mungkin di dalam relung hatinya tidak bisa ia terima sepenuh hati dengan tulus. Siapapun tahu Sebek adalah makhluk manusia setengah peri yang begitu merendahkan makhluk fana yang acapkali disebut Lilia sebagai 'Tetangga'.

Wajahnya menampakkan keterkejutan manakala irisnya menangkap dua patung yang kemungkinan baru sebab eksistensinya yang tidak Sebek ingat saat terakhir kali ia mampir ke tempat suci milik Lembah Duri.

Di antara patung Malleus yang berdiri di tengah-tengah, hadir dua pahatan yang tengah Sebek ingat-ingat wajahnya. Satu patung wanita berbalut gaun peri. Tangan kanannya memegang sebuah botol kristal yang pernah dipelajari oleh Sebek sebelumnya. Dalam tabung mungil tersebut berisi air yang dikatakan langsung dari sungai yang diberkahi oleh Estrella sendiri sejak zaman perang sihir dan kegelapan masih membayangi buana. Satu dari beberapa pusaka Lembah Duri yang hanya akan hidup apabila Ratu yang memakainya. Sedang tangan lainnya menggenggam tongkat sihir dengan kepala mawar kuncup di atas tongkatnya. Tepat di kepala patung itu, terpahat sebuah mahkota bunga mawar yang tengah mekar sempurna. Wajahnya terlihat teduh, tetapi pahatan mata yang terbuat dari kristal itu seakan-akan memerhatikan siapapun yang melewatinya.

Sebek berpaling. Ia memerhatikan patung di sisi tuan sebelah kanannya.

Satu patung dengan tudung yang separuh terbuka, menunjukkan identitas dengan pahatan surai seakan ikut bergerak mengikuti kuda-kuda mantapnya untuk mempertahankan keseimbangan. Satu tangan kanannya memegang pedang peri, tangan bebasnya menggenggam tongkat sihir yang memiliki kristal di dalam pahatan pada bagian atasnya. Wajahnya terlihat gahar dengan sorot mata tajam seolah siap membantai siapa saja musuh Lembah Duri.

Sebek kembali berlalu. Menyusuri lorong dengan bantuan sinar dari lilin hijau yang tidak akan pernah padam selama raja masih terus ada untuk menjadi jantung hati Lembah Duri. Sosoknya mulai menghentikan langkah saat kedua kaki telah membawanya sampai ke tempat tujuan. Di luar sebuah kamar yang ditiduri oleh sesosok manusia murni dengan sebutan Kesatria Perak sebagai salah satu punggawa Lembah Duri yang mengabdi pada tuannya. Mengumpulkan tenaga, Sebek menekan pelan kenop pintu untuk dirinya masuk.

Iris hijau kekuningannya menangkap sosok yang terlelap dikelilingi kelinci berbulu putih dan coklat. Di atas nakas, berjejer burung biru dan merah jambu yang tidak berciut. Hanya turut memejamkan mata, tak berniat membangunkan para peri dan Pangeran mereka yang tengah tertidur.

Tangan mengepal mengumpulkan emosi di sana saat iris tajamnya memandang rendah pada Silver yang terlelap dengan napas pelan, Sebek mendengus,

"Ini yang tidak kusukai dari makhluk hidup yang dipanggil sebagai manusia!" kakinya mengambil langkah untuk mendekat mendaratkan daksanya pada sisi ranjang yang masih kosong, "Mereka lemah! Ringkih, rapuh, dan hal tersebut membuat mereka tidak bisa diandalkan!" Kepalanya menunduk hingga siluet dari keningnya menutup kilat dari netranya. "Satu-satunya yang membuat mereka kuat adalah usaha!! Namun semua itu sia-sia saat usia sudah menangkapnya!! Tiada manusia yang mampu melawan usia mereka, makanya mereka itu lemah!! Aku tidak suka orang lemah." Nada frustasi dan kecewa bercampur menjadi satu saat ia duduk di bibir ranjang, memunggungi Silver yang masih belum membuka tirai matanya,

EvenfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang