Black Rose fate.
Kediaman Malleus Draconia merupakan kerajaan Peri yang cukup luas yang membuat siapapun akan takjub begitu melihatnya. Setengah terbuka luas menyatu dengan hutan, lebih dari separuh lainnya tertutup untuk tempat berteduh dari hujan dan terik matahari.
Lembayung senja manakala batas cakrawala terbagi menjadi warna merah dan kekuningan yang megah terlukis pada canvas, saat cahaya azure masih menembus mega yang begitu tebal, seekor naga tengah memperhatikan langkah sempoyongan gadis kecil yang masih belajar untuk berjalan.
Diteduhkan oleh sayap yang mampu membuat angin badai dalam setiap kepakannya, kedua kaki mungil Naleera mencoba ke sana kemari dari ekor sampai kepala sang naga. Hendak jatuh, tetapi ekor Malleus selalu mencegah tubuh mungil itu terbentur dengan tanah. Seringkali Naleera bertemu dengan moncong sang naga lalu jatuh terduduk, lalu Malleus mendorong pelan tubuh mungilnya itu agar kembali melanjutkan kegiatannya.
Sebagaimana ujaran Lilia yang menyatakan bahwa warna hitam adalah warna khusus untuk Lembah Duri, halaman yang dipenuhi oleh bunga mawar pun berwarna demikian. Mawar hitam yang kerap kali dianggap mitos dan dongeng oleh sebagian besar manusia itu tumbuh subur dalam Lembah Duri. Konon mawar hitam tersebut telah ada sejak zaman nenek Malleus hingga detik ini. Ajaibnya, mawar tersebut tidak akan pernah layu apabila penerus sah dari kerajaan Lembah Duri terus tersambung, dan merupakan simbol hidup dari keluarga kerajaan.
Untuk saat ini, Malleus Draconia merupakan keturunan terakhir dari Lembah Duri. Usianya memang masih terhitung muda untuk kaum Peri, tetapi terkadang membuat Lilia harus memastikan hal yang berhubungan dengan garis darah dan Malleus tak jarang mengalihkan atau bahkan mengabaikan pembicaraan serius Lilia mengenai hal sensitif seperti itu.
Lagi, Malleus dikejutkan dengan tubuh kecil yang tahu-tahu sudah menabrak moncongnya. Iris kecilnya jika dibandingkan dengan mata besar Malleus saat ini saling beradu. Tanpa sadar, mata sang naga melembut saat menatapnya. Menggunakan lidah, ia menyapu keseleruhan tubuh kecil Naleera. Seperti binatang-binatang yang tengah memandikan anak-anaknya.
Suara depak dari kuda yang memecah daratan terdengar, Malleus sedikit melirik pada arah yang berlawanan darinya. Bayangan dari kuda putih yang ditunggangi oleh Silver turut berhenti saat penunggangnya turun,
"Tuan Malleus," hormatnya pada sang Raja, "Apa tuan sedang menemani Esme petang ini?"
"Selamat datang kembali, Silver." Melalui telepati keduanya saling berdialog, "Aku senang kau bertanya. Bergabunglah, dan lihat bagaimana caranya berjalan."
Apakah Silver akan menolak kesempatan yang tidak akan datang dua kali seperti sekarang ini? Jelas tidak.
Keformalan dirinya menguap saat Malleus mengajaknya untuk menjadi keluarga. Duduk bersandar pada sebagian tubuh besar Malleus membuat Silver menghela napas memandang langit madu. Menampakkan leher yang dibalut pakaian khas Lembah Duri yang tidak sepenuhnya tertutup rapat,
"Helaan napas yang begitu panjang."
Kelopaknya nyaris tertutup, tetapi suara Malleus berhasil menembus pikirannya,
"Maaf membuatmu merasa tidak nyaman, tuanku."
"Aku tidak pernah mengatakan hal kejam seperti itu."
Kebaikan Malleus memang tidak pernah berubah. Silver memandang kepala naga yang masih sibuk menyapu keseluruhan wajah Naleera dengan lidah sampai-sampai Silver tersenyum melihatnya,
"Esme bahkan tidak menolaknya."
Si kecil kemudian kembali berjalan, kali ini menghampiri Silver yang masih terduduk. Nyaris terjatuh, tetapi Silver langsung menangkapnya. Menggoyangkan sedikit tubuh anak itu sesekali menyebut namanya dengan nada bercanda,
KAMU SEDANG MEMBACA
Evenfall
FanficEvenfall; the beginning of evening; twilight; dusk. "Mengapa kau memilihku sebagai pengantinmu? Aku hanya manusia beruntung yang diselamatkan olehmu, tuanku. Aku fana, tidaklah abadi seperti kalian." Diamnya Malleus merupakan penyangkalan. Dari tubu...