Fourteen.

89 22 6
                                    

Grateful, and Scared.

Malam musim dingin, selalunya Lembah Duri akan mengadakan jamuan untuk para kerabat atau rakyat, dan teman-teman sekolah sang adiraja yang mempunyai acara. Selalunya seperti itu, kata Lilia agar tiada ikatan yang renggang antara kaum, ras hingga sosok-sosok penghuni hutan dan yang ada pada kerajaan yang dipimpin oleh Malleus. Tidak ada hal yang mencolok dalam jamuan, seperti biasa hanya dihadiri oleh tamu yang memenuhi aula dan balairung.

Sosok tingginya telah hadir pada lantai di mana tamu bertelinga runcing saling melakukan komunikasi dengan bahasa kuno yang mereka pakai. Abina Morfir—sang pangeran kedua dari kerajaan peri Misty-Realm atau yang biasa disebut Kawah Kabut, yang saat ini menanyakan ke mana perginya sosok kekasih dari kerabat dekatnya—Malleus Draconia. Sang peri yang selalu menabuh senyum pada bibir tipisnya itu kemarin tidak sempat datang ke pernikahan sepupu dekatnya. Mahkotanya hitam panjang, diikat anggun menyisakan banyak helai untuk membingkai wajah menawan miliknya. Statusnya terlihat dengan tiara yang ada pada pucuk kepalanya. Dengan santai Malleus menjawab jika Naleera masih ada di dalam kamar untuk merias diri.

Merasa tidak akan ada lagi yang mengajaknya berdialog, Malleus undur diri tanpa sepengetahuan siapapun. Terlebih, Malleus tidak bisa terlalu lama di depan banyak orang, ia merasa tidak nyaman. Lain dengan Lilia yang siap menyapa atau mengajak tamu berdialog dengan caranya sendiri. Malleus berniat menjemput—jika itu kalimat yang cocok untuk saat ini—Naleera untuk turut serta menemui kerabatnya dan memperkenalkan diri sebagai istrinya.

Waktu satu setengah jam itu menurut Malleus sudah lebih dari cukup untuknya tampil sebagai sosok yang pantas sebagai istrinya. Aku hanya manusia biasa, aku tidak ingin kau dinilai negatif oleh kerabatmu yang belum melihatku sebagai istrimu—tutur Naleera siang sebelumnya. Memilah gaun, tetapi dirasa tiada yang benar-benar anggun hingga Malleus menenangkannya dengan kalimat jujur, "Kau indah apa adanya."

"Bessig," panggilan dari bahasa peri untuk istrinya seorang. Di luar imajinasi memang Malleus selalu ada di manapun tanpa mengeluarkan suara atau deru napas.

Tidak ada jawaban yang menimpali panggilannya. Dan tidak biasanya Malleus akan diabaikan seperti saat ini jika ia memanggil Esme. Namun Malleus masih bisa mencium ambu satu-satunya milik Naleera. Wanita itu selalunya beraroma seperti hutan hujan yang dipenuhi kabut. Iris hijaunya berkeliling untuk menemukan sang pujaan hati dengan kaki yang melangkah pelan di dalam kamar. Dalam belokan lain tepat ke arah kamar mandi, ia menemukan wanitanya bersimpuh. Gaun malam sudah dikenakan, surai telah tersanggul rapih dengan mahkota bunga yang ada di atas kepalanya.

Jika tidak seperti ini, Malleus mungkin akan memuji kecantikannya. Elok bak nirmala. Tanpa cacat, hanya cantik yang terlihat di mata.

Malleus yang tidak ingin sesuatu terjadi pada Naleera, akhirnya menggendong pelan sang istri dan membaringkannya di atas ranjang. Malleus tahu jika ia tidak memiliki tenaga untuk berjalan, dan bukti bahwa ia menemukan Naleera setengah bersimpuh meraba dinding menambah fakta yang membuat sang Raja lantas bertanya lembut,

"Ada apa?" Jelas Naleera juga tidak kena kutukan peri. Malleus menyadari wajah yang jauh lebih letih ketimbang biasanya. Memberikan usapan pada pipi, pergelangan tangan dan kening secara bergantian untuk membuatnya nyaman,

"Aku agak kurang enak badan, tetapi hal ini terlalu tiba-tiba," Naleera mengaku dengan suara yang berbisik, "Tubuh dan kepalaku terasa berat."

"Istirahat saja," suruh Malleus dengan lembut, membuka sanggul dan mahkota bunganya agar Naleera bisa sepenuhnya berbaring. "Akan kusalin gaunmu."

"Itu tidak perlu, tuanku." Ia menahan lengan Malleus, "Aku baik-baik saja. Tolong jangan terlalu pikirkan aku, temuilah tamu yang jauh-jauh datang."

Alisnya bertaut saat Naleera mengangguk untuk meyakinkannya. Merasa bahwa semua akan baik-baik saja dan ia percaya pada Naleera dengan sepenuh hati, Malleus mencium kening, kelopak mata wanitanya,

EvenfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang