A Kind Person.
Seluruh pohon di dalam hutan bergerak melambai ke kiri ke kanan atas kehadiran sang Raja yang memilih menyusurinya dengan berjalan seperti manusia pada umumnya. Jauh di dalam belantara, Malleus menyembunyikannya. Dekat hulu sungai, di atas akar pohon yang besar, ia membaringkan Naleera beralaskan kain putih sama seperti warna gaun yang membalut tubuhnya.
Telapak tangan besar Malleus berada tak jauh dari wajah yang terlelap, bibir gelapnya menggumamkan sesuatu dengan tenang, kontras dengan wajahnya yang tampak masih menyimpan sebuah pertanyaan yang harus segera terjawab, "Napasnya normal. Tekanan darahnya juga baik-baik saja. Ini sudah empat belas hari, apa yang membuatmu belum bangun?"
Pemulihan dalam hutan menurutnya jauh lebih cepat ketimbang menidurkannya di dalam kamar yang tertutup serta kurangnya cahaya matahari yang cukup. Memang para peri jauh lebih mengagungkan bulan dan bintang ketimbang baskara. Namun untuk manusia, cahaya matahari mampu menyembuhkan sel-sel dalam tubuh sehingga memberikan rasa rileks yang membuat penyembuhan dan perawatan jauh lebih cepat sebab siraman cahaya yang hangat.
Malleus benar-benar memikirkan hidup Naleera.
"Belum bangun juga?"
Alih-alih datang dengan normal, Lilia melayang begitu saja di atas Naleera yang masih tertidur. Bedanya kali ini, Lilia seperti telentang dan memangku wajah dengan kedua tangannya. Memandang Naleera dengan iris yang berbinar seperti melihat mainan baru.
"Seperti yang kau lihat," Malleus membalas, "Silver tidak ikut?"
"Kau bercanda?" Lilia membalas jumawa, "Ia bahkan lebih sering mengunjungi Esme ketimbang dirimu. Silver berhenti sejenak, ia memeriksa induk dan anak rusa hitam yang baru saja melahirkan."
Bulan sabit terbentuk pada bibir gelapnya, tangannya tidak berhenti mengusap kepala Naleera,
"Sifatnya tidak pernah berubah," katanya, "Aku mengerti apa yang diucapkan hewan, sebab kebaikannya, para hewan menyebutnya sebagai Pangeran. Tidak heran juga jika Silver mendapat gelar seperti itu."
"Kau benar," Lilia memandang Malleus sesaat sebelum mengusap pergelangan Naleera, "Istrimu juga mendapat panggilan yang sama, bukan? Namun yang mengatakan hal tersebut adalah tumbuhan dan pohon. Mereka memanggilnya Putri Belantara. Entah mengapa, kedua manusia ini merupakan berkah tersendiri untuk Lembah Duri. Sejak awal, Naleera sudah didampingi oleh dewi hutan. Aku tidak mengerti, padahal kau mengatakan bahwa Naleera hampir hanyut."
"Faktanya seperti itu," Malleus tidak menyangkal, "Ini lucu, mengingat kau menemukan Silver di dalam hutan, tetapi saat itu dewi sungai menjaganya. Hingga hari ini, Silver masih belum sadar jika dirinya seringkali didekap oleh dewi sungai yang mengawasinya sejak bayi."
Lilia tertawa geli,
"Bukankah kau sering melihat dewi hutan mengikuti istrimu dan acapkali memeluknya saat ia hendak menggunakan sihir?"
Malleus tertawa,
"Tidak ingatkah kau kalau tumbuhan saling berkomunikasi melalui angin?"
"Ah, iya! Aku lupa hal dasar itu."
"Bukti ini cukup menyatakan kalau kau sudah mulai pikun?"
"Karena aku sudah tua juga, kan?" Lilia bertolak pinggang, "Malleus, untung kau tidak pernah mengajarkannya untuk memanggilmu Ayah seperti yang kuajarkan pada Silver untuk memanggilku." Lilia menyadari satu hal kecil, "Akan sangat merepotkan jika kau mengajarkan hal itu padanya. Kita benar-benar tidak bisa menebak takdir Estrella. Walau kau merawatnya dari bayi, ia memang ditakdirkan sebagai teman hidupmu. Kalian akan tetap bertemu dengan cara yang berbeda. Estrella sepertinya sedang ingin bermain-main denganmu, haha."
![](https://img.wattpad.com/cover/313444221-288-k353333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Evenfall
Fiksi PenggemarEvenfall; the beginning of evening; twilight; dusk. "Mengapa kau memilihku sebagai pengantinmu? Aku hanya manusia beruntung yang diselamatkan olehmu, tuanku. Aku fana, tidaklah abadi seperti kalian." Diamnya Malleus merupakan penyangkalan. Dari tubu...