Six.

74 21 10
                                    

18th January.

Senyum semakin mengembang terukir jelas pada bibirnya dengan tangan bertolak pinggang memberi arahan ini itu pada kelelawar-kelelawar yang turut membantu. Silver mengikuti apa arahan yang keluar dari bibir ayahnya untuk mengatur segala persiapa ulang tahun sang Raja yang saat ini masih melakukan jalan-jalan malamnya mengunjungi kastil-kastil yang telah lama ditinggalkan.

Suara balon meletup terdengar mengejutkan. Tidak ada yang memegang-megang balon saat ini, kecuali saat keduanya mengalihkan atensi untuk si kecil yang memegang balon putih yang sudah koyak sebagai indikasi atas suara barusan,

"Esme terkejut?" si perak bertanya yang segera disambut anggukan polos oleh Naleera.

Silver dan Lilia menganggapinya dengan tawa.

Jujur saja, sebenarnya perayaan ulang tahun ini merupakan sesuatu yang Malleus hindari karena ia tidak menyukai kue besar yang tersaji di atas meja panjang.

Baginya seperti memutar film hitam putih di masa lalu saat dirinya masih begitu muda dan hal seperti ini pun turut dirayakan. Manakala hujan saat itu mengguyur Lembah Duri tanpa belas kasih atas langit yang murung, tidak ada seorang pun yang memenuhi undangan sang Putra Mahkota. Pikirannya diselimuti kabut kesedihan, menangis pun tiada guna sebab pihak lain memandangnya kuat sebagai calon Raja yang memiliki kekuatan maha dahsyat.

Dan hal tersebut sempat memengaruhi psikis Malleus selama beberapa waktu. Cukup lama Lilia terus memberikan perhatian khusus untuknya, mencegahnya tenggelam dalam kesedihan agar sihir negatif tidak menggerayangi pikiran yang membuat Lembah Duri turut terancam.

"Mungkin Tuhan sedang tidak ingin orang-orang keluar rumah."

"Cukup konyol alasanku untuk menenagkannya saat itu," tawa getir Lilia memperjelas segalanya, "Aku hanya ingin Malleus ingat tanggal kelahirannya di sini."

"Namun saat di Night Raven College, tuan Malleus tetap dirayakan ulang tahunnya. Apa yang membuatnya mengikuti semua rangkaian acara dalam kampus saat itu?" Pertanyaan yang Silver sama sekali tidak mengetahui apa jawabannya.

Tuannya memang misterius, tak ada yang mampu menebak jalan pikirannya, hingga tindakan apa yang akan dilakukannya dalam kurun waktu kurang dari dua menit. Di luar imajinasi Silver sendiri, terkadang sosok tuannya bisa menjadi malaikat saat hal kecil membuat hatinya senang. Dan kebalikannya, ia bisa menjadi sebuah malapetaka saat ketenangannya terusik.

Memangku Naleera, Silver menunggu jawabannya.

Lilia mempertemukan dahi dengan lipatan tangan di atas meja, diikuti napas yang terdengar gusar seakan mengingat hal yang kurang mengenakkan, "Itu karena aku yang memaksanya."

Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Silver memilih untuk membungkam mulut. Lengannya menarik piring yang berisi segala macam biskuit yang ditata sedemikian rupa. Mengambil satu keping biskuit susu lalu memoteknya menjadi dua dan menyuapi Naleera.

"Mengapa tuan Malleus belum kembali?" pertanyaan polos itu keluar saat selesai mengunyah. Lilia mengangkat kepala lalu segera melempar senyum pada gadis kecil manis yang berada dalam pangkuan Silver.

"Tidak perlu khawatir, Esme!" Lilia memastikan semua baik-baik saja, "Rumah tuan Malleus adalah di sini, cepat atau lambat, ia pasti akan pulang."

"Ada yang menunggu kepulanganku?"

Jangankan Silver atau Naleera, Lilia pun terkejut dengan suara berat yang terdengar familiar itu menembus gendang telinga runcingnya. Api hijau yang berada di bawah kakinya perlahan memadam saat telapaknya bertemu pijakan,

"Ada apa ramai-ramai? Mengapa kau tidak istirahat, Silver? Mengapa kalian membiarkan Naleera terjaga hingga jam segini?" Intonasi bicaranya memang terdengar datar, tetapi setiap pijakan yang diberikan oleh Malleus seakan memberi tekanan yang mampu membuat lantai hancur dalam setiap langkahnya.

EvenfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang