Hai....
Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran (yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit.
Ali bin Abi Thalib
***
Rasa-rasa baru berapa detik Alif terpejam, seseorang dengan segayung air datang, menyiprat wajah, memaksanya membuka mata. "Bangsat. Anjing lo!!" marahnya pada Hanna."Sholat subuh," kata Hanna tenang.
"Sialan lo!" Alif merebut gayung itu dan menyiramnya pada wajah Hanna, "mampus!!"
Jilbab, baju, serta benda-benda di sekitar mereka seketika terkena cipratan air. Basah dan berantakan. Hanya helaan napas yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kesabaran Hanna.
"Saya ikhlas, asal kamu mau sholat," kata Hanna lirih, meraup wajahnya yang basah.
"Lo siapa ngatur-ngatur gue, hah!! Lo siapa!!!" bentak Alif.
Hanna membuka lemari, mengambil handuk untuk mengelap lantai yang akan digunakan Alif shalat. "Istri kamu. Orang yang diamanati untuk membantu kamu berubah. Saya sudah ijin Mamah Thalia untuk mencipratkan air itu," jawabnya.
"Ngapain lo pake ngadu segala ke Mamah! Lo nggak ingat peringatan gue semalam. HAH!!"
Helaan napas panjang kembali terdengar. Kali ini lebih panjang dengan pejaman mata. Menghadapi Alif benar-benar menguji emosi Hanna. "Ingat. Tapi saat ini, kamu bukan lelaki yang pantas untuk dituruti perintahnya. Kamu salah, dan saya nggak akan dengar omongan salahmu itu. Tuhan juga tahu."
"Papah Darka juga sudah mengatakan, kalau uang yang ia janjikan tidak akan diberikan sekarang. Tapi nanti, saat kamu telah berubah. Saat kamu tau, tujuan sebenar-benarnya kamu membangun usaha. Saat kamu memang telah siap untuk melakukannya. Dan saya, saya yang akan dimintai tanya setiap saat. Jika kamu terus bersikap seperti ini, mungkin sampai matipun uang itu tidak akan pernah diberikan," jelas Hanna mengancam.
Alif syok. Ia meraih ponselnya untuk mengecek saldo rekening. Dan ya, tidak ada uang sepeserpun yang masuk. "Kok, gini," katanya. Alif pikir uang itu akan ditransfer secepatnya oleh Darka.
"Sholat subuh, lalu mandi. Kamu disuruh ikut ke toko saya sama Papah. Kalau kamu tidak mau, saya akan beritahukan ke Papah," ancam Hanna langsung pergi.
"Woy!! Kenapa jadi lo yang ngancem gue. Harusnya gue!!" teriak Alif.
"Brengsek!! Kenapa jadi gini. Kan harusnya gue yang ngancurin hidup dia. Ini kenapa hidup gue yang makin ancur!!" kesal Alif menjambak rambutnya sendiri.
Di luar kamar, Hanna tengah bersembunyi dibalik tembok. Ada marah yang dirasa, tapi mendengar Alif mendumel sendirian sangatlah menghibur. Hanna seperti sedang mengasuh anak kecil, yang ketika sholat harus diberi perintah terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES (END)
Spirituelles"Gue, jatuh cinta sama lo? Mustahil!!" --Alif Jenggala Putra "Saya serahkan rumah tangga kita sama kamu. Kamu kepala rumah tangganya, kamu juga yang menentukan kita akan berakhir menjadi seperti apa." --Hanna An Nazwa. "Saya menyesal." --Alif Jengga...