39. Penyesalan Seorang Ayah

4K 279 52
                                    

Hoho... malem Replo....
Makasih karena masih mengikuti cerita ini...
Ramaikan dengan voment kalian 🙆‍♀️🖤

Seseorang pernah memberi nasehat, jangan terlalu lama memendam sakit hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seseorang pernah memberi nasehat, jangan terlalu lama memendam sakit hati. Selain kasihan dengan dirimu, kasihan juga dengan dia yang sudah menyakitimu.
Selagi sakitmu masih menggebu, maka jalan hidupnya juga tak akan mulus.

Semua masih bagian dari karma!

*
*
*

Tanggal delapan belas ini jatuh pada hari jumat. Seperti biasa, hari ini jadwalnya Hanna mengunjungi Ridho untuk sekaligus pergi bersama dengan Hanan menuju makam ibu mereka. Jika dulu Hanan akan datang pagi, semenjak Hanna ada, dia akan mengunjungi di waktu sore.

Hanna selalu membawa sejumlah makanan dan obat-obatan herbal untuk Ridho. Tentu saja buket bunga besar yang ia pesan dari tokonya sendiri, untuk diberikannya pada ibu yang tak pernah ia tahu rupa aslinya.

Begitu datang, perempuan yang selalu mengenakan gamis itu akan langsung membereskan rumah. Maklum saja, tidak ada perempuan di sana. Mungkin secara kasap mata terlihat bersih, namun bagi mata perempuan yang jauh lebih jeli dari laki-laki, selalu saja dia menemukan kotoran yang terselip atau bahkan terpampang dengan jelas.

"Mau sampai kapan. Mau sampai kapan kamu berkorban terus. Mau sampai tubuh kamu tinggal tulang dan kulit?!" Suara Ridho menggelegar di balik tembok. Saat datang, lelaki itu memang tengah berada di kamarnya, menunaikan sholat ashar.

"Ayah kenapa?!" panik Hanna menghampiri. Tidak biasanya Ridho seperti ini.

"Harusnya Ayah yang tanya kamu kenapa. Kenapa masih bertahan. Jangan cuma memikirkan bahagianya orang lain, Hanna. Pikirkan bahagia kamu juga!!" tekan Ridho.

"Hanna bahagia, Yah. Hanna bahagia."

"Kamu bisa bohongin semua orang. Tapi kamu nggak bisa bohongin Ayah kamu sendiri, Hanna. Bahagia yang mana kalau kamu bahkan tidak dianggap hadirnya oleh Thalia. Kamu di sana semata-mata hanya untuk membuat Abim tersenyum sebelum ajalnya tiba. Selepas dia meninggal, kamu juga akan dibuang sama Darka!!!"

"Astaghfirulloh, Ayah. Papah nggak gitu. Papah nggak setega itu."

"Nggak setega itu? Pertama, mereka memohon untuk menikahkan kamu dengan Alif, lelaki brengsek yang tega menyakiti kamu. Kedua, mereka memohon menikahkan kamu dengan Abim hanya karena umurnya tak lama lagi. Mereka itu egois. Mereka mau bahagia tapi mereka nggak memikirkan bahagia kamu. Mereka nggak peduli kamu sehat batin dan jasmaninya atau tidak!!"

"Biar Ayah beritahu pada Thalia tentang penyakit Abim. Ayah nggak rela putri Ayah diperlakukan seperti ini. Keluar dari sana dan tinggal bersama Ayah di sini!!!"

"Ayah... Ayah... jangan, Yah. Hanna mohon. Mamah juga sedang sakit. Jangan menambah sakitnya, Yah. Hanna baik-baik saja."

Lengan baju Hanna ditarik hingga seatas sikut. "Ini yang namanya baik-baik saja. Tubuh kamu semakin hari semakin kurus!!" tekan Ridho menunjuk-nunjuk pergelangan tangan Hanna. Sudah sejak lama dia mengamati perubahan fisik putrinya itu. Dan hari ini akhirnya ia berani mengatakan apa yang selama ini dipendam.

PHOSPHENES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang