Hai-hai Replo...
Selamat malam seninPHOSPHENES kembali
Ramaikan dengan voment kalian🙆♀️🖤*
*
*Suara ketukan pintu di malam hari yang terus-terusan berdentum membuat Thalia terpaksa membukanya sendiri. Ini sudah jam sepuluh malam, asisten rumah tangga yang ada di kamar belakang sudah tertidur. Sementara ia sendiri masih duduk melamun di sofa ruang tengah. Memikirkan suatu perkara yang membuat matanya terus terbuka.
Tubuh basah kuyup, senyum yang dipaksakan, penampakan di depannya itu sontak membuat mata Thalia semakin membulat sempurna. "Alif, kamu kenapa?!!" pekiknya segera menyeka tetesan air dari rambut putranya itu yang menghalangi wajah.
"Hujan, Mah, nggak bawa payung. Jadi kehujanan, deh." jawab Alif nyengir.
"Jaraknya nggak jauh dari teras. Mana bisa sebasah ini!" Hanya dua meter antara halaman tanpa kanopi dan teras. Memang tidak mungkin kalau Alif akan sebasah itu. Benar-benar basah, tidak ada bagian tubuhnya yang masih kering.
"Kan deres, kan, hujannya," elak Alif berbohong. Dia memang tidak segera berlari ke teras, melainkan terdiam di sebelah mobil saat matanya menangkap sebuah siluet dari kamar di lantai dua. Abim tengah berdiri di depan jendela, memandangi sebuah benda persegi seraya tersenyum. Tarikan sudut bibirnya teramat panjang. Barulah saat Abangnya itu menarik tirai dan mematikan lampu, Alif berjalan kembali menuju teras.
"Sebentar, Mamah mau ambil handuk." Buru-buru Thalia masuk ke dalam dan kembali cepat dengan dua handuk besar di tangan, "kamu mandi dulu, nanti Mamah bawain teh anget ke kamar.
Alif mengangguk. Berjalan menuju kamarnya dengan tubuh basah. Tetesan air yang jatuh jauh lebih berkurang. Hanya satu dua yang meninggalkan bercaknya di lantai.
Begitu masuk ke dalam kamar, ia langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Thalia. Mandi dengan cepat karena hawa dingin yang menusuk tulang tak kuat lagi ditahan.
"Mah, kok nggak ngasih kabar ke Alif," ucapnya saat baru saja ia keluar dari kamar mandi. Mendapati Thalia sudah duduk di ranjang, menunggunya.
Tau apa yang dimaksud, Thalia langsung memeluk putranya itu. "Mamah nggak akan kasih restu," lirihnya, "Mamah nggak benci Hanna. Mamah cuma mau keluarga Mamah kembali seperti semula. Mamah mau anak-anak Mamah kembali akur. Bukan seperti ini," imbuhnya.
"Mah, Mamah selalu bilang kalau Alif nggak boleh egois, kan. Jadi, kasih restu buat mereka ya, Mah. Alif nggak papa. Alif akan berusaha ikhlas. Jangan buat Bang Abim merasa sendirian. Dia juga butuh dukungan Mamah."
"Tapi Mamah nggak bisa melihat kamu sakit, Al. Hati mamah ikut sakit."
"InsyaAllah kali ini Alif bisa mengendalikan diri. Alif nggak akan bertindak macam-macam sampai melukai diri Alif sendiri. Alif akan menerima ini, Mah."
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES (END)
Spiritual"Gue, jatuh cinta sama lo? Mustahil!!" --Alif Jenggala Putra "Saya serahkan rumah tangga kita sama kamu. Kamu kepala rumah tangganya, kamu juga yang menentukan kita akan berakhir menjadi seperti apa." --Hanna An Nazwa. "Saya menyesal." --Alif Jengga...