6. Talak

5.2K 292 11
                                    

Hai...

***

"Alhamdulillah, kelar juga." kata Hanna lega menepukkan kedua tangannya beberapa kali. Akhirnya barang belanjaannya sudah tersusun rapi di dalam lemari pendingin. Siap untuk di masak esok hari.

Hanna bersenandung lirih menaiki satu persatu anak tangga menuju kamarnya. Tidak sabar menunggu pagi datang. Dia ingin segera menggerakan jari-jemarinya yang lentik untuk mengolah bahan makanan itu. Alif harus tau, selain jago merangkai bunga, jarinya juga pandai membuat masakan enak. Dia pasti bisa menghidangkan salad terlezat, yang nantinya akan membuatnya menang dalam taruhan yang dibuat suaminya itu.

Hanna telah menyiapkan satu permintaan yang telah dipikirkannya sejak masih di pasar tadi.

"Lo ngapain ke sini!" seru Alif menutup dadanya. Dia baru saja selesai mandi, dan masih mengenakan handuk untuk menutupi bagian tubuh bawahnya.

Hanna menutup mata dan berbalik badan dengan cepat. "Kan, tadi pagi saya sudah bilang, kalau ini kamar kita. Kenapa kamu masih nanya," jawabnya.

"Enak aja. Gue nggak mau sekamar sama lo. Lo pindah sana!!" usir Alif.

"Nggak mau. Ini kamar saya," kekeh Hanna masih menutup matanya dengan tangan.

"Oke. Gue yang pindah ke kamar sebelah!!" Alif berseru, mengambil asal baju di lemari dan berjalan keluar kamar.

"Nggak takut?" kata Hanna menghentikan langkah Alif.

"Ta-takut apaan?"

"Nggak, nggak jadi."

"Apa, Na!!" teriak Alif.

"Bukan apa-apa," jawab Hanna menahan tawanya.

"Na, serius, ya, gue. Lo jangan main-main, deh!" Alif mulai kesal, dia masuk kembali ke dalam kamar dengan terus melihat ke belakang.

"Nggak ada apa-apa, Lif. Cuma ya gitu deh. Susah dijelaskan." Sebenarnya memang tidak ada apa-apa di rumah itu. Bahkan Hanna juga biasa tinggal sendirian di sana. Wanita itu hanya ingin menakuti Alif. Karena kata Thalia, Alif sangat takut pada hantu. Ibu mertuanya itu juga yang mengusulkan trik ini agar mereka bisa tidur satu kamar.

Feeling Thalia terlalu kuat mengenai putranya yang pasti akan bersikap seenaknya dengan Hanna. Dia mengatakan beberapa ancaman yang biasa ia gunakan agar Alif mau menurut.

"O-oke. Kita tidur sekamar. Tapi gue maunya di kasur. Lo di sofa, atau di lantai juga terserah. Pokoknya gue nggak mau seranjang!!"

"Tapi kalo saya yang nggak mau gimana. Saya nggak bisa tidur di sofa. Bisa-bisa paginya saya encok. Saya tidur di kamar sebelah aja, ya."

"Ja-jangan!" seru Alif mencegah dengan kedua tangannya, "anu, anu, lo tidur sini aja. Biar gue yang di sofa," katanya terpaksa.

"Eh, nggak papa, Lif. Saya nggak akan ngadu ke orang tua kamu. Saya ngerti, kok. Kamu masih butuh waktu untuk menerima semuanya."

PHOSPHENES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang