Happy satnight everyone❤
***Pagi yang cerah untuk tubuh yang tidak bertenaga. Hanna jatuh sakit sejak semalam. Suhu tubuhnya masih panas meski sudah dikompres dan diminumi obat. Walau begitu, demi bakti pada sang suami, dia tetap melakukan pekerjaan rumah. Agar saat Alif pulang nanti, rumah sudah dalam keadaan bersih ditambah makanan yang siap untuk disantap.
Hanna terbaring lemah di atas sofa, menunggu pulangnya Alif yang entah kapan. Sudah pukul sembilan, namun tidak ada tanda-tanda ia akan datang. Dikirim pesan pun lelaki itu tidak membalas.
Pintu diketuk, Hanna berusaha berlari, pikirnya itu adalah Alif. Namun bukan yang ia tunggu yang datang, melainkan adiknya. Hanin, kembali dengan wajah tidak berdosanya.
"Mbak udah pulang kenapa nggak ngabarin Hanin?!" kesal gadis itu, menerobos masuk.
"Memangnya penting?" tanya balik Hanna.
"Penting lah. Kan aku tinggal di sini. Gara-gara, Mbak, aku jadi nggak ke kantor. Barang-barang aku, kan, semuanya di sini."
"Yaudah, sekarang beresin barang-barang kamu. Pindah gih, biar nggak ngerepotin."
"Apasih, Mbak. Kenapa Mbak sekarang jadi gini. Hanin cuma pengin tinggal di sini aja kayanya Mbak nggak suka banget. Bunda aja nggak ngelarang tuh. Kenapa Mbak sewot. Lagian kalo Kak Alif cinta sama, Mbak, dia juga nggak akan tinggalin Mbak demi perempuan lain, kaya aku misalnya."
"Keterlaluan kamu, Nin. Tau bata--" Hanna ingin melanjutkan ucapannya, namun kepalanya semakin sakit dirasa. Matanya terpejam, ia bersandar pada pintu yang sedari tadi menjadi pegangan.
"Na, kenapa?!" panik Alif. Ia datang, langsung membopong Hanna masuk ke dalam. Bukan hanya sampai ruang tamu, tapi juga sampai masuk ke kamar mereka di lantai dua.
"Badan lo panas banget. Sakit?" tanya Alif lagi. Ia buru-buru menutup pintu kamar. Tidak mau Hanin ikut masuk atau mendengar pembicaraan mereka.
"Hmm. Nggak tau, dari semalem udah gini. Udah minum obat, udah saya kompres, tapi tetep aja panas. Tapi nggak papa, kok. Ngomong-ngomong, kamu udah makan?"
"Harusnya gue yang nanya. Lo udah makan apa belum. Lagian lo sakit kenapa nggak ngehubungin gue. Kalo lo kenapa-napa, gue yang diomelin Mamah."
"Belum. Nggak enak makan," jawab Hanna lemas.
"Percuma minum obat kalo nggak makan." Alif beranjak dari duduknya, "gue mau ambil makan. Bukan buat lo doang, buat gue juga," ucapnya karena tangannya ditahan Hanna. Tangannya perlahan dilepas, lelaki itu buru-buru keluar kamar.
Alif boro-boro sudah makan. Dari semalam bahkan ia sudah kelaparan. Calista tidak mau memasak. Dan saat dia pergi tadi, wanita itu ingin tidur kembali, katanya.
Saat ia sampai di dapur, ada Hanin yang sedang duduk santainya sambil melahap makanan. Sama sekali tidak khawatir dengan keadaan kakaknya sendiri. Sejujurnya Alif sangat tidak menyukai gadis itu, hanya karena dia ingin membuat hancur Hanna, dia rela berpura-pura bersikap ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES (END)
Spiritual"Gue, jatuh cinta sama lo? Mustahil!!" --Alif Jenggala Putra "Saya serahkan rumah tangga kita sama kamu. Kamu kepala rumah tangganya, kamu juga yang menentukan kita akan berakhir menjadi seperti apa." --Hanna An Nazwa. "Saya menyesal." --Alif Jengga...