chapter ten

1.7K 196 0
                                    

Sinar matahari pagi berusaha menerobos masuk melalui jendela yang masih tertutupi oleh tirai berwarna hitam itu ke dalam ruangan yang didominasi oleh warna hitam. Seorang pria yang tengah terduduk dengan melipat kedua tangannya di atas meja tampak masih tertidur dengan menyembunyikan wajahnya dalam lipatan tangannya itu.

Namun matanya yang terusik dengan cahaya yang tiba-tiba menjadi terang membuatnya mencoba untuk membuka kedua matanya.

Di atas meja yang berada di depannya terdapat  berkas-berkas yang belum di periksa olehnya sudah tertumpuk rapi meskipun sebelumnya sempat berceceran. Tak hanya tumpukan berkas saja, ada sebuah mangkuk berisikan sup tersaji di hadapannya.

"Kau sudah bangun rupanya." seorang pria muda yang tadi membukakan tirai jendela lantas menoleh dan berjalan menghampiri suaminya saat ia melihat suaminya sudah terbangun dari tidurnya. Ia juga menuangkan air hangat dari sebuah teko ke dalam gelas dan menyodorkannya pada suaminya itu.

Jeconiah yang kesadarannya belum benar-benar pulih hanya bisa mengambil gelas yang diberikan oleh Nanette kepadanya dan kemudian meminum air hangat yang berada di dalamnya. Kepalanya benar-benar terasa sangat sakit sehingga ia tak dapat mengingat kembali apa yang terjadi semalam tadi.

"Sup itu untuk meredakan pengar." ucap Nanette sembari menunjuk sup yang dimasaknya untuk Jeconiah. "Aku melihatmu mabuk tadi malam."

~~~
Semalam sebelumnya.

Jarum jam tepat menunjukkan pukul dua belas malam. Udara dingin terasa sangat menusuk kulit mulus Nanette meskipun ia telah menutup rapat-rapat kamarnya. Hal itu lantas membuatnya terbangun di tengah malam.

Nanette mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya sesaat setelahnya terbangun. Namun tenggorokannya yang terasa sangat kering membuatnya beranjak bangun dari ranjangnya.

Ia meraih teko yang berada di atas meja namun sayangnya teko itu kosong tanpa setetespun air di dalamnya. Nanette pun mendengus kesal dan kemudian meletakkan kembali teko itu ke atas meja.

Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar menuju dapur istana. Malam ini benar-benar sepi tanpa adanya pelayan-pelayan yang biasanya berlalu lalang di sekitarnya. Beberapa penjaga pun hanya berjaga di pos-pos yang berada di luar ruangan istana.

Hawa dingin dari lantai menembus kulit Nanette yang berjalan dengan bertelanjang kaki. Tampaknya Nanette melupakan alas kakinya saat ia bangun tadi.

Setelah beberapa saat Nanette berjalan, langkah kecil kakinya terhenti tepat di depan sebuah ruangan yang pintunya sedikit membuka. Suara rintihan tangis yang terdengar dari dalam ruangan membuat Nanette penasaran akan ruangan yang gelap akibat lilin-lilin yang sengaja tak dinyalakan.

Tampaknya ada seorang pria yang memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan memilih untuk tidur di ruang kerja miliknya. Jeconiah masih saja menitikkan air matanya sedari tadi. Bedanya, kini ia tak sendirian. Ia kini ditemani oleh sebuah botol yang berisikan minuman beralkohol yang tersaji di hadapannya.

Nanette hanya memperhatikan dari pintu yang sedikit terbuka, Jeconiah mulai menangis, meraung, dan juga bergumam tak jelas akibat pengaruh alkohol yang berlebihan dalam aliran darahnya.

Namun memilih untuk tak mempedulikannya, Nanette akhirnya melanjutkan kembali perjalanannya menuju dapur istana. Terakhir kali ia mempedulikan pria itu ia justru dibuat kesal dengan perlakuan pria itu padanya.

~~~

"Terimakasih." Jeconiah menyantap dengan lahap sup yang dimasak sendiri oleh istrinya itu. Sementara Nanette tersenyum puas saat melihat suaminya itu tampak menyukai sup buatannya sendiri.

Setelah selesai, Jeconiah lalu meletakkan kembali mangkuk itu ke atas meja dan Nanette pun memberikan Jeconiah sebuah sapu tangan untuk suaminya mengelap bibirnya yang basah.

FANTASIA | NOMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang