"Nanette?" seorang pria bertubuh mungil tampak gembira saat melihat Nanette tengah berbaring di atas ranjang di kamar tidurnya.
"Thony!" Nanette yang mendengar suara brownie piaraannya lantas terbangun dan berlari menghampiri Thony lalu memeluk tubuh mungilnya dengan erat.
"Thony pikir Nanette tak akan pernah pulang." ucap Thony dengan nada sedih yang dibuat-buat. "Tapi Nyonya von Hellman tadi berkata kalau Nanette ada di kamar tidurnya."
"Kau benar," Nanette menepuk-nepuk pundak brownie pria mungil itu sembari mengeratkan pelukannya demi menyalurkan rasa rindu yang dirasakannya pada brownie piaraannya. "Aku akan tinggal di kastil ini lagi sementara waktu."
"Apa ada yang mengganggu Nanette di sana?" Thony dengan tatapannya yang polos menatap wajah Nanette.
Nanette menggeleng dan tersenyum pada pria mungil itu lalu kemudian berkata "Aku baik-baik saja di sana. Kau tak perlu khawatir."
Tak jauh dari mereka, ada seorang pria yang melangkahkan kakinya mendekat menuju ke arah mereka.
"Hei, lihatlah siapa yang datang" mendengar ucapan Nanette lantas Thony pun melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuhnya.
"Hai Jovian!" Thony melambaikan tangannya pada Jovian yang berjalan menghampiri mereka. Jovian pun melambaikan tangannya dan tersenyum pada brownie kecil itu.
Jovian lantas membungkuk pada Nanette sedangkan Nanette mengisyaratkan agar Jovian untuk masuk ke dalam kamarnya.
Jovian terduduk di sofa di kamar Nanette sementara Nanette membawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat secangkir cokelat panas yang tadinya dibawakan oleh salah satu pelayannya.
"Kerusuhan terjadi dimana-mana, Yang Mulia." ucap Jovian pada Nanette. "Kabar tentang Yang Mulia mengasingkan diri dengan cepat tersebar ke seluruh penjuru negeri dan tampaknya banyak orang yang tak menginginkan hal itu terjadi. Protes besar-besaran terjadi di sepanjang jalan Ibukota Kerajaan menuntut kembalinya Yang Mulia ke dalam istana."
"Benarkah?" Nanette tampak tersenyum puas saat mendengar perkataan dari Jovian. "Tampaknya usahaku untuk mengambil hati rakyat Deunia tak sia-sia."
"Tentu, Yang Mulia." Jovian mengangguk mantap menanggapi ucapan Nanette. "Yang Mulia bahkan menggelontorkan jutaan denar untuk pembangunan kota Orfias dari kekayaan pribadi Yang Mulia alih-alih menggunakan kas negara."
"Kau benar!" senyuman angkuh Nanette tak ada henti-hentinya mengembang di wajahnya yang cantik. "Ah, ngomong-ngomong soal Orfias, bagaimana perkembangan pembangunan kota itu?"
Jovian tampak tertunduk lesu saat mendengar pertanyaan dari Nanette. Ia lantas menjawab "Pembangunan kota Orfias terpaksa terhenti sementara waktu, Yang Mulia. Banyaknya pekerja yang mogok membuat pembangunan tak dapat berjalan dengan lancar sehingga harus dihentikan sampai situasi benar-benar stabil."
"Dewan Bangsawan sialan!" umpat Nanette dengan sedikit berteriak.
Seseorang mengetuk pintu kamar Nanette sehingga Nanette menoleh ke arahnya.
"Maggie!" Nanette yang sudah sedari tadi menanti-nanti kehadiran gadis itu lantas mengisyaratkannya untuk duduk di seberangnya.
Maggie lantas menunduk dan kemudian berjalan masuk lalu duduk di seberang Nanette.
"Benarkah kau melakukan kesepakatan dengan penyihir itu?" gadis itu melayangkan tatapannya yang tajam pada Nanette. "Kabar tentangmu melakukan kesepakatan dengan penyihir itu menyebar dengan cepat ke seluruh penghuni hutan Vasilio. Bahkan tak ada satupun Goblin dan Elf yang tak mengetahui tentang kabar itu."
"Sudah menjadi tugasmu bukan untuk tetap membuat kaummu menutup mulut mereka?" Nanette tersenyum tipis pada gadis peri yang duduk di seberangnya itu.
"Kota Faulkner akan dikorbankan." Jovian dan Maggie tampak terkejut saat mendengar perkataan Nanette. "Jika berhasil, kota Faulkner akan kuserahkan pada The Witch—"
"—dan kaummu bisa menguasai hutan Vasilio seutuhnya." Nanette lantas mendorong secarik kertas yang terlipat di atas meja pada Maggie.
Maggie lantas mengambil kertas berwarna kuning gading itu dan kemudian bertanya "Apa ini?"
"Tandatangan Grand Duke Aethelbald." jawab Nanette. Mendengar mantan istrinya disebutkan oleh Nanette lantas Jovian menoleh padanya. "Pastikan kota Faulkner benar-benar dilanda kerusuhan sampai Dewan Bangsawan harus mengerahkan kekuatan penuh untuk menanganinya. Dengan begitu sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui."
"Tentu, Nanette." gadis peri itu tersenyum puas dan kemudian beranjak bangun. "Kalau begitu aku pergi."
Nanette pun melambaikan tangannya pada gadis peri itu sebelum akhirnya Maggie berjalan keluar kamar meninggalkan Nanette bersama dengan Thony yang setia duduk di pangkuannya dan Jovian.
Pandangan Nanette kini mengarah pada Jovian yang tampak murung. Lantas ia pun bertanya "Apa kau mencemaskan mantan istrimu?"
Mendengar pertanyaan Nanette lantas dengan segera Jovian menggeleng. Ia pun menjawab "Saya telah bersumpah untuk setia melayani Yang Mulia. Tak akan saya biarkan perasaan pribadi saya menghalangi rencana Yang Mulia."
Ada sedikit perasaan bersalah dalam benak Nanette. Terlalu banyak kebahagiaan yang telah dikorbankan hanya demi meraih ambisinya untuk menjadi Ratu. Namun yang seharusnya terjadi, biarlah terjadi, itulah yang Nanette pikirkan.
Lantas Nanette berdiri dan berjalan menghampiri Jovian lalu sembari menepuk pundak pria itu Nanette berkata "Katakan apa keinginanmu. Biar aku mewujudkannya."
"Benarkah, Yang Mulia?" Nanette mengangguk dengan tersenyum pada Jovian. Lantas Jovian berkata "Saya ingin menjadi kepala pengawal kerajaan."
"Oh ayolah!" Nanette mendengus kesal mendengar permintaan Jovian. Bukannya Nanette tak ingin memenuhi permintaan itu, tetapi bukanlah wewenang Nanette untuk mengangkat pria itu menjadi kepala pengawal kerajaan. "Kau tahu bukan wewenangku mengangkatmu menjadi kepala pengawal, kan? Itu adalah wewenang Raja atau Ratu."
"Dan kita sudah memiliki seorang Ratu di sini." ucap Jovian.
"Kau!" Nanette mendelik menatap wajah Jovian. Namun tak lama kemudian ia tertawa seraya berkata "Calon Ratu, lebih tepatnya seperti itu."
"Benar, Yang Mulia. Calon Ratu." ucap Jovian sambil mengangguk.
Setelah puas tertawa, Nanette lantas menghela nafasnya panjang dan kembali terduduk di atas sofa berwarna putih itu. Secara tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Seolah ada sesuatu yang hilang dalam hidup Nanette tapi Nanette sendiri tak mengetahui apa itu.
Nanette tak merasa kehilangan uangnya yang telah ia keluarkan untuk dana pembangunan kota Orfias, Nanette juga tak merasa kehilangan posisinya di istana sebagai seorang Permaisuri. Tapi ada sesuatu yang lain yang membuat jiwanya terasa hampa.
"Memikirkan Yang Mulia Raja?" tanya Jovian yang melihat Nanette duduk termenung memandangi kaki-kakinya yang mengayun di bawah meja.
"Ah," Nanette tersadar dari lamunannya dan ia pun lantas menoleh pada Jovian. "Entahlah, aku merasa ada yang hilang dalam diriku."
Jovian mengangguk mengerti atas ucapan Nanette. Ia juga dulu pernah merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh Tuannya itu. Lantas Jovian pun berkata "Saya juga pernah merasakannya, Yang Mulia. Jiwa saya terasa sangat kosong setelah Theophilus menceraikan saya. Rasanya sangat hampa, bahkan saya tak berkeinginan untuk melakukan apapun. Tapi hidup harus terus berjalan. Namun yang bisa saya sarankan untuk Yang Mulia, Yang Mulia bisa saja mengejar ambisi Yang Mulia, tetapi jangan sampai itu merenggut kebahagiaan Yang Mulia. Jika Yang Mulia memang mencintai Yang Mulia Raja, ungkapkan saja."
Nanette tersenyum tipis setelah mendengar perkataan Jovian. Ada sedikit pencerahan dalam hatinya. Namun Nanette berkata "Aku tak percaya dengan cinta. Cintaku hanyalah milik tahta Ratu."
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
FANTASIA | NOMIN ✓
FanfictionNanette, seorang pria muda dari kalangan bangsawan berhasil menikahi Jeconiah yang merupakan pewaris tunggal tahta Deunia. Dia adalah permaisuri yang paling beruntung yang pernah ada. Suaminya yang akan menjadi seorang Raja kelak dan semua keinginan...