Langit mulai menggelap dengan Sang Rembulan yang menyinarinya seadanya. Bersamaan dengan itu, bintang-bintang juga bersinar dengan terang di angkasa yang jauh nan tinggi menghiasi langit malam.
Jeconiah membelai dengan lembut pipi Nanette sembari ia mendekatkan tubuhnya dengan tubuh istrinya.
"Kau mabuk?" Nanette menatap wajah Jeconiah dengan kebingungan melanda benaknya. Suaminya saat ini benar-benar bertingkah seratus delapan puluh derajat berbeda dari biasanya. Bahkan baru siang tadi Jeconiah meminta Nanette untuk datang ke upacara pengangkatan Katarina sebagai selir.
"Tidak, tidak sedikitpun." jawab Jeconiah dengan menggeleng. Ia kembali menyanggakan kepalanya pada bahu istrinya sembari mendekap erat tubuh mungil istrinya. "Aku hanya sedang menginginkanmu."
Nanette begitu terkejut saat tubuhnya secara mendadak didorong oleh Jeconiah sampai ke pinggir balkon. Beruntung ada pagar pembatas yang menghalangi mereka untuk terjatuh. Jeconiah yang semula menyanggakan kepalanya kini berada di atasnya.
Kedua netra mereka saling bertemu dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Dengan lembut Jeconiah mengusap bibir tipis Nanette. Jeconiah tersenyum sementara Nanette hanya diam mematung.
Melihat istrinya tak bereaksi apa-apa membuat Jeconiah lantas meraih tengkuk Nanette dan mulai melumat bibir tipisnya. Nanette yang masih dilanda kebingungan dengan perubahan sikap suaminya padanya itu hanya bisa terdiam.
Setelah beberapa saat akhirnya Nanette tersadar dari lamunannya dan mendorong tubuh kekar suaminya sehingga tak lagi menghimpit tubuhnya.
"Akan kupanggilkan Katarina." ucap Nanette sembari berjalan meninggalkan Jeconiah.
Namun Jeconiah dengan cepat menahan tangan Nanette sehingga istrinya itu menghentikan langkah kakinya. "Yang aku inginkan saat ini adalah kau, bukan Katarina."
Nanette yang ditahan lantas menghempaskan tangan Jeconiah dari tangannya dan kemudian berkata "Kalau kau hanya ingin meluapkan nafsumu saja jangan datang padaku. Datanglah pada Katarina, gadis yang kau cintai!"
Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Nanette tanpa ia memikirkannya terlebih dahulu. Seolah ada sesuatu dalam benaknya yang ingin melontarkan semua isi hatinya pada pria yang merupakan suaminya itu.
Namun mendengar ucapannya sendiri lantas membuat Nanette menyesal. Tak seharusnya ia mengungkapkan isi hatinya. Bagaimanapun juga pernikahannya dengan Jeconiah hanyalah sebatas status, tak lebih dari itu. Nanette seharusnya tak melibatkan perasaannya dalam pernikahannya ini.
"Maafkan aku." ucap Nanette sembari menunduk. Matanya yang sedari tadi berkaca-kaca mulai menitikkan air mata membasahi kedua pipinya.
"Hei," Jeconiah yang melihat istrinya itu mulai menangis lantas menarik tubuh mungil Nanette ke dalam pelukannya. Sembari mengusap-usap punggung istrinya, Jeconiah berkata "Kau benar. Aku seharusnya tak datang jika hanya untuk meluapkan nafsuku. Aku minta maaf."
Terasa basah pada pakaian Jeconiah akibat Nanette yang menyembunyikan wajahnya pada dada bidang milik pria itu. Namun tanpa sadar Nanette juga melingkarkan lengannya pada pinggang Jeconiah sehingga mengeratkan pelukan diantara keduanya.
Tangan Jeconiah yang sedari tadi setia mengusap-usap punggung istrinya itu tak lama kemudian meraih kaki Nanette dan mulai menggendongnya bridal style. Digendongnya tubuh mungil istrinya itu sembari ia berjalan menuju ranjang berukuran besar yang berada di sisi kamar.
Jeconiah lalu merebahkan tubuh Nanette di atas ranjang itu dan kemudian mendudukkan tubuhnya di pinggiran ranjang. Sembari mengusap rambut istrinya, Jeconiah berkata "Kau tunggu disini. Aku akan mengambil makan malam untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
FANTASIA | NOMIN ✓
FanfictionNanette, seorang pria muda dari kalangan bangsawan berhasil menikahi Jeconiah yang merupakan pewaris tunggal tahta Deunia. Dia adalah permaisuri yang paling beruntung yang pernah ada. Suaminya yang akan menjadi seorang Raja kelak dan semua keinginan...