chapter nineteen

1.7K 187 2
                                    

Mentari pagi yang cerah menyinari seisi istana Kerajaan Deunia. Sinarnya perlahan masuk menembus tirai berwarna putih memenuhi kamar Sang Permaisuri.

"Eunghh," Nanette melenguh saat ia meregangkan otot-ototnya setelah ia terbangun dari tidurnya yang lelap. Kegiatannya semalam bersama dengan Jeconiah membuatnya kelelahan hingga tertidur dengan pulas.

"Bloody hell!" kedua mata Nanette yang semula sayup-sayup membuka seketika membulat saat ia melihat seorang gadis terduduk di tepian ranjangnya. "Bisakah kau tak mengejutkanku kalau kau bertemu denganku, Maggie?"

Sementara gadis peri itu terkekeh melihat Nanette yang masih terkejut dengan kehadirannya. "Salahkan saja kau yang mudah terkejut."

Sementara itu sebuah pukulan melayang tepat pada bahu Maggie sehingga membuat gadis peri itu mengaduh kesakitan. Dengan gusar Nanette berkata "Seharusnya aku meminta suamiku untuk memenggal kepalamu!"

"Ah ayolah!" Maggie pun berusaha merayu Nanette. "Hidupmu terlalu datar. Meskipun kau seorang bangsawan kau tak boleh menghindari humor, bisa suram nantinya hidupmu."

Nanette hanya mengerucutkan bibirnya mendengar perkataan dari gadis peri itu. Tak lama kemudian Nanette mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya dan merasakan ada sesuatu yang hilang.

"Dimana Jeconiah?" tanya Nanette mencari suaminya yang tak terlihat keberadaannya di kamar Nanette sejak ia terbangun tadi.

"Lihatlah, ada yang kehilangan suaminya di sini." lagi-lagi Maggie menggoda pria muda itu sehingga Nanette kembali melayangkan pukulannya yang kedua kalinya pada bahu gadis peri itu.

"Aku serius, bodoh!" ucap Nanette dengan gusar.

Maggie hanya bisa meringis kesakitan sembari mengusap-usap bekas pukulan yang diterima olehnya dari Nanette. Meskipun pria muda itu bertubuh mungil namun jangan sepelekan kekuatannya yang cukup untuk membuat seseorang dewasa pingsan jika ia sudah melayangkan pukulannya dengan kekuatan penuh.

Tak lama kemudian Maggie mengeluarkan sepucuk surat dari balik pakaiannya dan kemudian memberikan surat itu kepada Nanette. Ia kemudian berkata "Yang Mulia Raja menyuruhku memberikan ini kepadamu."

"Jeconiah?" Nanette lantas mengambil surat itu dari tangan Maggie. "Ada apa dia mengirimkan surat untukku?"

"Undangan dari katedral." jawab Maggie seraya menyimpulkan seulas senyuman di wajahnya pada Nanette.

"Aah," Nanette pun mengerti arti senyuman dari gadis peri itu lantas ikut tersenyum.

Maggie kemudian mengulurkan tangannya pada Nanette hingga membuat pria muda itu kebingungan. "Untuk apa?"

"Oh ayolah!" Maggie menatap wajah Nanette dengan seringainya. "Aku sebagai sahabatmu hanya ingin mengucapkan selamat atas pengangkatanmu sebagai Ratu."

Nanette pun lantas terkekeh mendengar perkataan dari gadis peri itu. Pria muda itu kemudian menyalami tangan Maggie dan dengan nadanya yang sedikit meledek, ia berkata "Aku masih calon Ratu."

"Baiklah baiklah, calon Ratu." keduanya lantas tertawa bersama hingga suara tawanya memenuhi ruang kamar Sang Permaisuri.

Para bangsawan, tamu undangan Kerajaan, dan juga para jurnalis berbondong-bondong memasuki katedral untuk menyaksikan upacara pengangkatan Sang Ratu yang hendak diadakan sebentar lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Para bangsawan, tamu undangan Kerajaan, dan juga para jurnalis berbondong-bondong memasuki katedral untuk menyaksikan upacara pengangkatan Sang Ratu yang hendak diadakan sebentar lagi. Di dalam katedral yang sudah dipenuhi oleh para tamu undangan, para pianis dan violinist serta musisi lain memainkan alat musik mereka demi menghibur para tamu undangan yang sudah menunggu acaranya untuk di mulai.

Di barisan kursi paling depan terdapat para tamu naratama Kerajaan dari berbagai kerajaan-kerajaan lain yang menjalin hubungan dengan Kerajaan Deunia, termasuk Kerajaan Dagmar.

Raja Kerajaan Dagmar datang memenuhi undangan tersebut. Tapi jangan lupakan juga Jeffrey, Sang Pangeran dan istrinya, Theodore yang sebelumnya juga sudah tiba di Kerajaan Deunia untuk menandatangani kesepakatan kerjasama di antara kedua Kerajaan.

Lonceng berdentang menandakan acara hendak dimulai. Musik yang semula mengalun memenuhi katedral perlahan-lahan mulai berhenti digantikan dengan instrumen terompet yang menyambut seseorang yang spesial dalam acara tersebut.

Dari pintu utama katedral, Nanette berjalan di atas karpet merah dengan anggun sementara sebuah tiara berwarna putih dengan dihiasi oleh beberapa permata bertengger dengan anggun di atas kepalanya.

Seluruh pandangan tertuju pada Sang Permaisuri yang berjalan menuju altar. Para tamu undangan berdiri menghormati Sang Permaisuri dan beberapa diantaranya bertepuk tangan dengan lirih, salah satunya adalah Theodore.

Theodore lantas menoleh pada suaminya yang berdiri di sebelahnya dan menarik lengan pakaian suaminya itu guna memanggilnya.

Lantas Jeffrey menoleh pada istrinya dan dengan tersenyum ia bertanya "Ada apa?"

"Aku sangat-sangat tak menyangka kalau Nanette nantinya benar-benar akan menjadi seorang Ratu." ucap Theodore pada suaminya itu. "Kini Deunia akan diperintah oleh dua keluarga yang berbeda, von Hellman dan de Crownland."

"Kau benar." ucap Jeffrey seraya kembali mengarahkan pandangannya pada Sang Permaisuri yang masih melangkahkan kakinya dengan anggun. "Maka kita lihat saja nantinya, sampai seberapa jauh Nanette akan bertahan di kursi tahta Ratu."

Theodore mengangguk paham pada ucapan suaminya. Menjadi seorang Ratu memang tidak selamanya menyenangkan. Banyak orang yang ingin menjatuhkannya, dan juga nyawanya tidak setiap saat dalam keadaan aman.

Ada alasan mengapa Raja dan Ratu disumpah di katedral sementara Permaisuri dan selir disumpah di aula istana Kerajaan Deunia. Raja dan Ratu memiliki tugas untuk melayani seluruh Kerajaan Deunia, seluruhnya. Mulai dari rakyat-rakyatnya, para bangsawannya, hingga alamnya. Berbeda dengan Raja dan Ratu, Permaisuri dan selir hanya memiliki tanggung jawab untuk melayani Raja, tidak lebih dari itu.

Kembali lagi, Sang Permaisuri melangkahkan kakinya langkah demi langkah dengan perlahan namun tetap mencerminkan citranya sebagai bangsawan hingga akhirnya sampai di depan altar. Sang Permaisuri lantas berlutut dengan wajahnya yang menunduk.

Di depannya, Sang Raja berdiri penuh wibawa dengan jubahnya yang berwarna merah dan mahkota yang bertengger dengan angkuh di atas kepalanya.

Sang Raja tak lama kemudian mengambil sebilah pedang yang dibawakan oleh salah seorang pengawalnya. Ia kemudian meletakkan mata pedang itu di atas pundak-pundak Sang Permaisuri hingga akhirnya tepat berada di atas kepalanya seraya berkata "Aku Raja Jeconiah de Crownland, Raja Kerajaan Deunia. Aku menerima permintaan para Dewan Bangsawan untuk mengangkat istriku sebagai Yang Mulia Ratu Kerajaan Deunia. Dan di hadapan rakyat-rakyatku, para bangsawan, para tamu undangan, dan juga di hadapan Tuhan aku menyumpah Nanette von Hellman sebagai Ratu sah Kerajaan Deunia. Lihatlah Ratu kalian yang sah! Sang Pewaris Tahta Kerajaan Deunia. Hidup Ratu dalam kemakmuran!"

"Hidup Sang Ratu! Hidup Sang Ratu!" suara sorak sorai para tamu undangan memenuhi katedral itu.

Tak lama kemudian Sang Raja mengangkat tangannya mengisyaratkan mereka untuk berhenti sampai sorak sorainya benar-benar mereda. Seorang pria yang mengenakan jubah berwarna putih keemasan yang berdiri di dekat Sang Raja lantas menyerahkan sebuah mahkota kepada Sang Raja. Sang Raja pun kemudian melepas tiara yang dikenakan oleh Sang Permaisuri dan kemudian menggantinya dengan mahkota itu.

Sang Permaisuri, atau kini bisa dipanggil sebagai Sang Ratu kemudian berdiri setelahnya dan kemudian berbalik. Sang Ratu dengan anggun menatap seluruh bangsawan dan tamu Kerajaan yang hadir dalam katedral itu seraya berkata "Aku Nanette von Hellman. Di hadapan rakyat-rakyatku, para bangsawan, para tamu undangan, dan juga di hadapan Tuhan aku bersumpah. Aku bersumpah untuk melayani seluruh Kerajaan Deunia dengan segenap jiwa dan ragaku, dan aku bersumpah untuk melindungi Kerajaan Deunia sampai akhir hidupku."

Para tamu undangan lantas bertepuk tangan dengan meriah sesaat setelah Sang Ratu mengucap sumpahnya. Pada wajah Sang Ratu yang cantik, terukir sebuah senyuman puas melihat pencapaiannya saat ini.

To be continued.

FANTASIA | NOMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang