41. Claretta Jonelle

25 1 0
                                    

Gamau nulis AN panjang-panjang, cuma mau ngingetin tinggalin jejak dulu sebelum lanjut.

Happy Reading!

***

41. Claretta Jonelle

Retta menuruni anak tangga rumahnya dengan ragu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Retta menuruni anak tangga rumahnya dengan ragu. Di bawah sana Arga-papanya tengah duduk menunggunya. Siang itu kediaman Retta tinggal terasa lebih sunyi karena salah satu kakaknya yang belum berkeluarga rupanya tidak ada siang itu, juga mamanya.

Belum sempat gadis itu mendudukkan tubuhnya papanya sudah melemparnya dengan ponsel, membuatnya terkejut.

"Pa?"

Retta menghela nafas lelah, ia kemudian mengambil benda tipis berwarna putih yang sudah tergeletak di bawah lantai tepat di belakangnya lalu meletakkan benda itu ke meja yang berada di hadapan papa.

"Memalukan." Hanya itu yang keluar dari mulut pria di depannya.

Retta menundukkan wajahnya. "Maaf," cicit Retta.

"Papa ga pernah mengajari kamu berbuat yang aneh-aneh, Retta, cukup junjung harga diri kamu! Kali ini kamu kelewatan, mau jadi apa kamu setelah merundung orang lain seperti ini hah?" Arga menuding-nuding ke arah putrinya.

"Papa tau?"

Retta mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan papanya barusan. Selama ini keluarganya tidak pernah mengetahui kelakuannya, bahkan Retta jamin 100% semua bukti dari aksinya sudah ia lenyapkan.

Papa berdecak, "Bukan cuma papa, tapi semua teman-teman kamu."

Retta merogoh kantong celana pendeknya yang berisikan ponsel. Matanya membelak kaget kala melihat banyak notifikasi yang masuk ke dalamnya. Di saat yang sama keringat dingin mulai bercucuran di telapak tangannya. Video-videonya, tersebar, dan sialnya ia baru menyadari hal itu.

"Pa," panggil Retta dengan suara bergetar karena melihat papanya yang tengah menatap ke arahnya tajam.

Plak!

Retta meringis kesakitan saat tamparan keras itu mendarat di pipinya, "P-pa, please pa, dengerin aku," ujarnya memohon masih dengan mata terpejam. Nyalinya benar benar ciut saat ini.

"Apa? kamu mau jelasin apa?!" bentak Arga sambil mendorong bahu putri bungsunya.

Bukannya menjawab, Retta malah terisak mendengar suara keras papanya.

"Kenapa kamu ga bisa contoh kakak-kakak kamu hah?!" bentak Arga. Terdengar kekecewaan dari suaranya.

Mendengar hal itu membuat suara-suara yang telah lama hilang dari kepala Retta kembali bermunculan, isi kepalanya kini kacau. Gadis itu sejak tadi menekan-nekan sisi kukunya dengan jemarinya.

KyleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang