43. Perbincangan

23 2 0
                                    

Halo Kaw! apa kabar nih???

Lama tidak berjumpa, semoga ingat alurnya. XIXIXIII

Happy reading ya!

***

43. Perbincangan

"Mengesalkan rasanya, ketika harus menjadi seseorang yang terakhir kali mengetahui kebenaran."—Kale Mandratama.

"Terkadang pola pikir bahwa kita bisa berjalan sendiri itu menyebabkan rasa takut untuk mengungkapkan masalah pada yang lain, dan berujung memupuk segalanya sendiri."—Kyleon.

***

Kyla mendudukkan dirinya di lantai teras setelah mengganti pakaiannya, dan membawa tiga botol air mineral. Kyla memilih menahan Leon dan Kale di rumahnya, membiarkan mereka saling menuangkan isi kepala, melihat belakangan keduanya sempat saling bertegur setelah sekian lama. Gadis itu tidak peduli hari semakin larut, toh mereka dalam pengawasan orang rumah.

Melihat dua pemuda di hadapannya hanya saling berdiam diri membuat Kyla mengawali pembicaraan. Sebenarnya tadi di dalam mereka sudah ngomong, tapi cuma dikit karena ada bunda.

"Kalau gue ngeliat kalian kayak gini, gue jadi keinget hari di mana kita bertiga ketemu. Waktu itu gue ga ngerti apa-apa, yang gue tau cuma, lo orang asing," ujar Kyla sambil menunjuk Leon, kemudian berpindah pada Kale, "dan lo, kakak kelas gue yang berubah hampir 180 derajat." 

"Harusnya waktu itu gue ga sok-sok an kepo, terus pake ngeladenin Kak Leon lagi. Jadinya kejauhan deh sekarang."

"Kayla, Lo mau apa sih sebenernya?" tanya Leon merasa malas berlama-lama dengan Kale.

Kyla merotasikan matanya, "Heh, tolong ya, nama gue bukan Kayla!" protes Kyla tidak terima.

"Mau lo apa?" kini giliran Kale yang bertanya. Kyla cukup menyadari kecanggungan yang terjadi di antara mereka.

Gadis itu terdiam sejenak, lalu menegak botol airnya, "Gue mau bilang makasih udah bantuin gue keluar dari masalah sama Kak Retta, kalau hari itu kalian ga kompak mojokkin dia, pasti guru ga akan nyadar ada orang di sekitar ruang CCTV. Udah sih itu aja. Tapi gausah ke geeran ya, kalau gue ngundang Kak Le ke sini, dia dateng sendiri gatau motivasinya apaan."

Kedua pemuda itu kemudian kompak menoleh ke arah Kyla, masing-masing dengan tatapan yang berbeda. 

"Apa liat-liat? suka?" sahut Kyla memecah keheningan. Detik itu juga keduanya langsung buang muka. 

Kyla menghela nafasnya, merasa tidak ada yang terpancing dengan topiknya. "Gue harus gimana biar kalian bisa komunikasi baik? masih ada orang yang butuh kalian berdua," ucap Kyla berterus terang. "Maaf, emang bukan urusan gue sih."

Gadis itu menyadari posisinya sebagai orang lain. Namun, Kyla merasa dirinya perlu mengatakan hal itu, karena dia sadar, kedua pemuda itu sudah saling memblokade komunikasi di antara keduanya sejak mereka kehilangan sahabat lama mereka. Keduanya sama-sama kehilangan.

"Tapi, kayaknya kalian seru kalau baikkan," ucap Kyla mengakhiri. Gadis itu kemudian masuk ke dalam tanpa menngucap pamit, meninggalkan Leon dan Kale yang masih berdiam diri di teras rumahnya.

Keheningan menelan keduanya, sesekali terdengar suara nyamuk mengisi gendang telinga mereka. Tanpa berpikir untuk pulang, keduanya hanya berdiam. 

"Lo capek ga sih?" tanya Kale sedikit ambigu.

Leon hanya mendongak, mengarahkan perhatiannya pada Kale. 

"Ya, maksud gue kayak capek terus terusan diem, capek hidup, capek, apa aja deh," sambung Kale melengkapi pertanyaannya yang kurang efektif.

KyleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang