_________
____Mendapati senyum Fatimah semalam. Asep dibuat tidak bisa tidur, dan terus saja memikirkan bagaimana cara bibir itu terangkat ke membuat lengkuangan indah. Itu semua terngiang-ngiang di kepala Asep. Sampai pada pelajaran, dia tidak bisa fokus dan terus menguap. "Makanya jangan nongkrong mulu." Rafe yang mendengar peringatan dari belakang menoleh. Logat jawa kian mendominasi, karena Asep tepar di mejanya.
"Kang, mending cicing heula!"
"Maksuté Kepiyé?"
Biasanya kalau Asep tidak dalam kondisi lemah. Dia akan menjelaskan dengan bahasanya sampai Ardito mengerti maksudnya. Tetapi, kali ini dia hanya diem tidak peduli. "Bang, kalau kata lu kelas sepi ga nih hari ini?" Laki-laki yang lebih tua satu tahun dari Rafe yang menjadi teman sebangkunya. Menimang-nimang pertanyaan Rafe barusan.
"Ga sih, kita masih ada Ardito yang bakal bangkit kalau Asep lemes HAHAHA."
"Assalamu'alaikum! Ini ada buku yang harus dipelajarin kali ini. Dari halaman 15 sampai 30. Boleh dicatat? Atau aku pinjam spidol papan tulisnya." Fatimah membuat para laki-laki di hadapannya terdiam. Aura alpha memancar, dia bagai bukan makluk lemah yang bisa ditindas dengan mudah.
"Asep punya spidolnya!" Perkataan Rafe menarik perhatian Fatimah yang mencari keberadaan Asep di mana. Di pojok belakang sedang menutupi wajahnya dengan tangan di meja.
"Boleh pinjem spidolnya, Asep?"
Mengangkat kepalanya malas dan segera mencari spidol dari tasnya. Berniat mendongak untuk memberikan spidol yang diambilnya. Dia dibuat sehat dan kembali semangat mendapati Fatimah yang ada di hadapannya. "Makasih ya! Maaf ganggu!" Berlalu begitu saja. Tetapi Fatimah tidak lekat dari pandangan Asep. Perempuan itu menulis di papan tulis kelasnya.
Demi apapun, Asep harus memotret tulisan itu di ponselnya. Mendapati Fatimah keluar setelah menyelesaikan tugas dari komandan. Asep berlari ke depan kelas dan meminta Rafe untuk memotretnta bersama tulisan pujaan hatinya. "Sep, kamu suka sama Fatimah? Dheweke kanca sekolahku biyen. Apa sampeyan pengin aku ngenalake?"
Sebagai yang tertua dan hampir mengerti sedikit-sedikit dua bahasa yang mendominasi kelas. Dimas menghela nafasnya pelan, "Dia si Fatimah temen sekolah Dito dulu. Lu mau dikenalin ga ke si Fatimah?" Ardito mengangguk membenarkan ucapan Dimas yang mengartikan maksudnya dengan benar.
"Naon? Abdi tiasa ngajantenkeun Fatimah resep!"
Bosan menjadi orang yang selalu mengartikan perbincangan, kali ini Dimas naik pitam dan menggebrak mejanya kasar. Kedua orang tuanya memang Jawa Sunda. Jadi dia sedikit paham, tapi ternyata membuatnya kesulitan sendiri. "PAKAI BAHASA INDONESIA. ANJING!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELRAEN
FanfictionKisah remaja yang penuh rencana. Namun, semua yang direncanakan tidak berjalan sesuai rencana. Mempertaruhkan cinta dan perasaan demi sebuah cita-cita. Akankah, Raen mampu bertahan dengan permintaan Elizier untuk menunggunya?