Kisah remaja yang penuh rencana. Namun, semua yang direncanakan tidak berjalan sesuai rencana. Mempertaruhkan cinta dan perasaan demi sebuah cita-cita. Akankah, Raen mampu bertahan dengan permintaan Elizier untuk menunggunya?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_________ ____
Pagi menjelang, Raen terbangun sebelum alarm berbunyi. Ingin kembali terlelap, tetapi Raen urungkan niatnya tersebut untuk bergegas menuju ke jemuran. Dia berniat mengembalikan jaket Galan hari ini. "Ini kalau gua balikkin ga wangi, dia kesel ga sih?" Mondar-mandir di depan kaca riasnya. Raen berusaha mencari parfum terenak yang dia punya.
"Ini wanginya bagus ga sih? Kok gua jadi ga pede gini!" Setelah mengambil jaket di jemuran. Raen masih saja berkutit dengan pikirannya soal parfum mana yang harus dia gunakan.
Tok tok tok
"Ahh ternyata sudah bangun. Mandi ya! Nanti turun sarapan." Bundanya lumayan kaget, dan kemudian wajah berganti senang. Karena Sarah pikir dia berhalusinasi melihat seseorang di belakang rumah. Ternyata benar dugaannya, bahwa pelakunya adalah putrinya.
"Iya, Bun!"
Menaruh asal jaket milik Galan dan meninggalkan untuk mandi. Di dalam kamar mandipun pikiran Raen masih bertengkar soal parfum. Mendapat pencerahan, Raen buru-buru menyelesaikan mandinya dan menyemprotkan parfum yang sudah dia putuskan. Wangi manis buah berry bercampur dengan susu dan vanilla. "Ini wangi gua." Senyum Raen berubah sendu. Mengingat apa yang telah dia lalukan.
"Gua berlebihan banget. Omg! Dia tuh ga suka sama lu. Please, jangan kegeeran. Karena yang pertama juga karena tanggung jawab ulah Neona dan kedua karena baju seragamnya dipakai Neona. Semua dia lakukan bukan semata-mata, karena gua."
Turun dengan mood yang buruk. Rex yang pertama kali sadar hanya menahan tawanya. Bisa dibilang dia akan senang juga kakaknya sedang kesusahan. Awalnya dia sudah ingin mengajak sarapan kakaknya, tetapi Raen sibuk dengan dunianya dan terus memantapkan hati bahwa laki-laki pemilik jaket itu tidak menyukainya.
"Ayah, sudah sarapan. Kalian berangkat dan hati-hati." Sarah menemani suaminya untuk menuju ke depan rumah. Kepergian Rio buru-buru disebabkan karena mengejar pesawat yang akan membawanya tugas di luar kota selama seminggu.
Sedangkan di meja makan, dua anaknya tidak ada yang peduli. Mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. "Jadi bingung antara yang jemput atau yang ngasih jaket nih?"
Prangg
Sendok yang sedang dipegang Raen dijatuhkan begitu saja. Dia menoleh ke arah adiknya. "Jangan sok tau. Apa yang dipikirin lu itu salah besar."
"Masa? Please, jangan kegeeran." Ucapan dan ekspresi yang meniru kakaknya di kamar tadi. Sontak membuat Raen tercengang, karena ada yang mendengar ucapannya.