Kisah remaja yang penuh rencana. Namun, semua yang direncanakan tidak berjalan sesuai rencana. Mempertaruhkan cinta dan perasaan demi sebuah cita-cita. Akankah, Raen mampu bertahan dengan permintaan Elizier untuk menunggunya?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_________ ____
Sepulang sekolah, Rafe memutuskan untuk berada di atas ring tinju. Bukan tanpa alasan, akhir-akhir ini rasanya terlalu banyak yang membebani pikirannya. Sudah dengan tubuh shirtless, dengan sarung tinju yang menyelimuti tangannya. Beberapa pikiran yang menganggunya dijadikan motivasi untuk menyerang lawan tanpa ampun. Bahkan lawannya kewalahan, sampai melambaikan tangannya di tengah pertandingan. "Bang, ga adil kalau gua dapet lawan pro kayak gini. Benyek muka gua nih!"
Masih ingin melampiaskan segala yang menganggu. Rafe memutuskan untuk memukuli samsak tinju. Tidak kalah membabi buta dari sebelumnya. Tidak peduli keringatnya yang menetes ke seluruh permukaan wajahnya.
Berhenti dari kegiatannya dengan nafas yang terengeh. Rafe kembali mendapati apa yang ingin dia lupakan.
"Gimana ciri-ciri kalau cowok suka sama cewek?Jelasin sedetail-detailnya!" Pertanyaan dari Raen belum sempat dijelaskan olehnya, karena keterbatasan waktu. Bel langsung berbunyi setelah pertanyaan tersebut dilayangkan kepadanya.
Zoe menatap dirinya meledek setelah itu, dan membisikkan sesuatu. "Sahabat lu lagi jatuh hati."
Untuk pertama kalinya, Rafe mendapati Raen sedang jatuh cinta. Dia benar-benar terlihat frustasi dan hilang harapan.
Menarik rambutnya ke belakang, Rafe menertawakan dirinya yang terlihat tidak masuk akal. "Masa iya gua ga dukung?" Padahal selama ini, tidak ada satupun perempuan yang mendekat kepadanya ditolak Raen dengan alasan apapun.
Bugh
"Tapi gua ga suka!" Ini terlalu jujur, tapi kenyataan yang dirasakan Rafe saat ini.
Melihat mata penuh binar dari sampingnya. Rafe terusik, dan menoleh. Mendapati anak sekolah menangah yang dia lawan di atas aspal waktu itu. "Bang, lu keren banget. Ini gua beliin khusus buat lu."
"Ada apa nih? Kenapa lu baik?"
"Emang gua harus jahat ya?" Menggaruk tengkuknya canggung. Rex berusaha tetap terlihat biasa saja. Meskipun dibalik itu semua dia merencakan sesuatu seperti yang dia bilang di rumah dengan kakaknya.
"Ga sih, makasih." Rafe menaikkan minuman yang diberikan oleh Rex dan meminumnya.
Seperti bertemu idola, Rex tidak bisa menyembunyikan senyum yang tiba-tiba merekah di wajahnya. Mau tidak mau, harus menyembunyikan dengan melipat bibirnya ke dalam.
"Bang, gua punya kakak perempuan. Mau ga lu?"
Hampir saja Rafe menyemburkan minuman yang sedang dia tenggak. Dia masih laku, dan tidak semenyedihkan itu untuk dikenalkan dengan seseorang. "Liat dulu aja. Kalau ga mau gua ga akan maksa."