Kisah remaja yang penuh rencana. Namun, semua yang direncanakan tidak berjalan sesuai rencana. Mempertaruhkan cinta dan perasaan demi sebuah cita-cita. Akankah, Raen mampu bertahan dengan permintaan Elizier untuk menunggunya?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_________ ____
Selama pelajaran di kelas, Zoe mengatakan bahwa wangi parfum di jaket milik Galan ini enak. Setelah menciumnya di rumah. Raen seperti manusia yang aktif dan kelebihan gula. Dia tersenyum dan terkekeh sendiri di kamarnya. "Lu ga denger gua ketok?" Kepala Rex menonggol masuk ke kamar Raen. Hal tersebut membuat jaket yang sedang diciumi harumnya oleh Raen jatuh ke lantai.
"KENAPA SIH LU?!"
Mengetahui kakaknya sedang jatuh cinta. Rex mengangguk paham dengan kelakuan kakaknya barusan. "Jadi siapa dia?"
"Apa yang lu liat tadi pagi itu salah paham! Karena gua ga suka sama dia!"
"Tapi ini jaket cowok."
"Bukan punya dia."
Mengingat jaket yang digunakan laki-laki tadi pagi, sambil kembali mengeceknya di foto yang diambilnya. Rex dibuat bertanya-tanya, "Lu bukan playgirlkan?"
"Heh?! Emang gua semurahan itu di mata lu? Kayaknya mata lu salah deh. Butuh Vecna buat ambil mata lu?"
Bergedik ngeri, dengan Vecna yang dikatakan kakaknya. Rex tidak ingin mati karena teror dari iblis yang telah di neraka. "Terus yang tadi pagi siapa?" Tanya Rex yang merebahkan tubuhnya di tempat tidur kakaknya. Sedangkan, Raen berputar di kursi belajarnya sambil tersenyum menatap langit-langit kamar.
"Temen biasa."
"Idih, kalau temen biasa disuruh jemput pagi-pagi ga akan mau."
"Lu ga percaya! Rmang dia bawa jaket dua ke sekolah. Freak banget."
"Bukan gua yang Freak, bodoh! Lu yang lamban dan ga peka ternyata."
"Hah? Maksud lu?"
"Males gua ngomong sama orang lola. Lu pikir sendiri. Gua sebagai cowok ga percaya, kalau dia cuman anggep lu temen biasa. Jemput itu butuh efforts, apalagi pagi-pagi. Ogah banget gua kalau ga suka!"
"YAKAN ITU LU! KITA UDAH TEMENAN 5 TAHUN."
Bukannya makin lega pikirannya. Malah terbebani dengan ucapan Rex barusan. "Kalau dia suka sama gua, harusnya ga deket atau pacaran sama siapapun. Rex itu terlalu polos kayaknya. Udah tau modelan Rafe bakal lakuin hal begitu ke semua perempuan."
Awal pertemuan keduanya, bermula saat berada di kelas masa orientasi siswa baru. Saat itu, Raen tidak mengenal satupun orang di sekolahnya. Dengan pita yang menghiasi kepalanya. Raen menunduk malu, dan banyak terdiam. Sampai ada laki-laki yang duduk di sampingnya. "Gua boleh duduk di sini?" Wajahnya teramat datar, dan tidak menunjukkan keramahan. Tetapi, dengan gugup Raen tersenyum dan mempersilahkan Rafe untuk duduk di sampingnya.