[SEMBILAN]

439 64 5
                                    

Berbeda tempat tentunya berbeda kondisi serta situasi. Hari mulai menjelang malam bahkan bulan mulai menampilkan wujudnya secara malu-malu, hal itu sama sekali tidak menggangu beberapa orang yang membawa lentera dengan khawatir menyeledik kearah dua laki-laki yang saat ini juga memasang wajah khawatir sambil menatap ke dalam hutan.

"Jadi seungmin, bagaimana bisa kalian berpisah saat di dalam hutan?"

Pertanyaan ayah jisung yang sedang sibuk menenangkan istrinya itu menatap penuh harap ke arah seungmin juga hutan. Ia berharap anak bungsunya kembali, begitu juga dengan yang lain. Walaupun jisung bisa dibilang cukup sering mengacau tetapi tetap saja laki-laki tua itu berharap anaknya bisa kembali.

"Paman kami terbiasa berpisah saat di dalam hutan dan selalu tidak pergi jauh. Bahkan aku yakin sekali jisung tidak akan melewati pagar pembatas saat masuk ke dalam hutan"

"Kalau begitu kenapa anakku belum kembali juga seungmin? Ini sudah menjelang malam." Ucapan lirih dari ibu jisung membuat seungmin serta felix hanya bisa menelan ludah karena mereka juga tidak tau kemana jisung. Kedua orang itu sudah menelusuri hutan dekat perbatasan dan sama sekali tidak menemukan jisung yang tiba-tiba hilang, baru pertama kali mereka seperti ini.

"Hari sudah mulai malam dan terlalu berbahaya apabila kita nekat untuk mencari ke dalam hutan. Bagaimana kalau besok pagi kita kembali berkumpul disini untuk mencari jisung, siapa tau anak itu tersesat dan cukup kesulitan untuk keluar dari hutan"

Saran dari kakek seungmin yang datang setelah dipanggil akhirnya di setujui, laki-laki yang duduk di kursi roda yang dibuat dari kayu itu hanya bisa menatap miris ke dalam hutanb. Berharap anak manis yang selalu memasang wajah gembira saat bermain ke rumahnya di dekat hutan akan baik-baik saja.

Akhirnya mereka masing-masing berbalik dan pulang ke rumah begitu juga dengan seungmin serta felix, walaupun mereka enggan dan ingin tetap mencari jisung tetapi hal itu bisa membahayakan nyawa mereka sendiri karena hutan saat malam hari lebih berbahaya dari apapun.

Kedua orang tua jisung pun ikut pulang dengan raut wajah khawatir. Ibunya terus merintih lirih sedangkan ayahnya hanya membisu sampai mereka berada di rumah mereka yang menyatu dengan toko roti kecil milik keluarga. Ayahnya menutup pintu dengan rapat setelah yakin bahwa jalanan desa telah sepi karena orang-orang sudah mulai masuk ke rumah masing-masing untuk istirahat.

"Ayah bagaimana kalau ternyata jisung-"

"Ssttt, berhenti menduga-duga banyak hal. Apa yang ada di dalam diri anak itu telah mati dan kita harus yakin bahwa mereka tidak akan bisa menemukan jisung. Besok pagi-pagi buta aku akan turun ke dalam hutan"

Ibu jisung menatap lirih ke arah suaminya yang masih saja memasang wajah dingin sambil berfikir keras. "Kau yakin? Apakah tidak akan berbahaya"

"Bahaya atau tidak itu urusan belakangan. Terpenting anakku kembali ke rumah dengan keadaan selamat tanpa harus di temukan oleh mereka kembali, sia-sia rasanya bersembunyi bertahun-tahun kalau mereka juga mengambil jisung dari kita"

Mendengar ucapan suaminya membuat wanita itu memilih bungkam dan sibuk merapalkan doa kepada siapapun agar anak bungsunya cepat di temukan. Ia tidak akan rela bila jisung menghilang dan identitas asli mereka yang telah lama di kubur kembali terungkap untuk saat ini.

-

Han jisung, laki-laki yang di khawatirkan oleh semua orang kali ini tengah duduk termenung di depan rumah kayu kecil. Menatap kosong ke arah hutan yang di penuhi pohon-pohon tinggi. Sejujurnya dirinya rindu rumahnya yang selalu memiliki harum roti dari pagi sampai malam, ia juga merindukan teriakan ibu serta ayahnya dan juga kedua teman baiknya. Apakah ia akan di tahan disini untuk waktu lama? atau mungkin ia kabur saja sekarang?

"Jangan berniat kabur kalau tidak ingin mati. Disetiap perbatasan selalu dijaga ketat dan di kontrol dengan baik oleh alpha petarung termasuk alpha inti, aku kalau jadi kau tidak akan beranjak sebelum di lepaskan sendiri karena aku tidak ingin mati muda. Masih banyak hal di dunia ini yang harus kita nikmati kan?"

Jisung menoleh kearah gadis si pemilik rumah ini. Tangannya menerima sebuah cangkir berisi coklat panas yang di ulurkan gadis tersebut dan meminumnya secara perlahan. Benar juga apa kata gadis itu, kalau dirinya kabur bisa-bisa ia tidak akan selamat dan berujung menjemput maut. Tetapi kalau dirinya bertahan disini, apakah ia juga masih bisa menghirup udara untuk waktu lama?

"Hei, kak jisung"

Jisung tertegun mendengar karin memanggilnya dengan embel-embel seperti itu. "K-kak??"

"Ah, aku merasa kau lebih tua dariku walau ya aku yakin hidup manusia tidak selama hidup werewolf. Setidaknya wajahku masih lebih muda daripada wajahmu"

"Kau mengataiku tua?"

"Tidak sih, tapi kalau kau mau menganggapnya begitu ya boleh saja"

Jisung mendengus kesal mendengar penuturan gadis tersebut dan memilih mengunci rapat-rapat bibirnya, membiarkan gadis bernama karin itu berbicara terus. Ia kira selama ini hanya dirinya yang paling berisik ternyata masih ada lagi yang lebih berisik dari dirinya sendiri. Karin itu seperti burung beo tingkat dua.

"Kak bagaimana rasanya hidup di dunia manusia sana? Aku belum pernah menginjakan kakiku-"

"Karin"

[1] Give Me Back • MINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang