67

2.4K 256 13
                                    

Hutan Terlarang malam itu tampak sunyi, meski suara keriut serangga tak henti-hentinya terdengar. Tanah yang lembab dan berkerikil tampak seperti menggelora dalam gelap, sementara dedaunan yang membentuk kanopi di atas kepala mereka bergetar lembut meski tanpa angin. Ron berlari dengan kecepatan yang belum pernah dia capai sebelumnya, seolah-olah setiap langkahnya memecahkan keheningan malam. Akhirnya, ia yang pertama melihat pohon besar, Dedalu, yang berdiri dengan angkuh di tengah hutan, dahan-dahannya yang besar melintasi udara seperti cambuk, melindungi rahasia yang tersembunyi di akarnya.

Dengan kegelisahan yang tampak jelas di wajahnya, Ron mengamati sekitar sebelum mengarahkan tongkatnya pada ranting yang tergeletak di tanah. “Wingardium Leviosa!” teriaknya, dan ranting itu melayang ke udara, berputar lembut seperti diputar oleh angin yang tidak ada. Ranting tersebut kemudian meluncur ke arah batang pohon Dedalu, menghantam dahan-dahannya yang tebal.

“Sempurna,” Hermione berkomentar, memeriksa pekerjaan Ron dengan tatapan penuh pujian.

“Harry, kami datang, ayo masuk,” ujar Ron, mendorong Harry maju ke arah bukaan di pohon.

Mereka memasuki terowongan sempit yang kini tampak lebih sesak dibandingkan terakhir kali mereka masuk. Terowongan ini dulunya hanya memerlukan mereka untuk meringkuk, tetapi kini mereka harus merangkak untuk maju. Harry, dengan tongkatnya yang bersinar terang, memimpin jalan. Ia berhati-hati, setiap gerakan dan suara di sekelilingnya membuatnya waspada terhadap kemungkinan rintangan. Namun, terowongan itu tetap tenang dan tidak ada yang menghalangi jalannya.

Nyaris tidak berani bernapas, Harry mendekati celah kecil di antara peti dan dinding. Dalam cahayanya yang lembut, ia dapat melihat Nagini yang melingkar dengan penuh ancaman di sudut ruangan.

Voldemort berbicara dalam nada rendah dan menakutkan, “Aku ada masalah, Severus.”

“Aku sudah berpikir lama dan keras, Severus. Tahukah kau mengapa aku memanggilmu kembali dari pertempuran?”

"Belum, Tuanku. Tapi kumohon izinkan aku kembali. Biarkan aku menemukan Potter."

“Kau terdengar seperti Lucius. Perintahku untuk para Pelahap Maut sudah jelas. Tangkap Potter, bunuh temannya. Kau juga bisa membunuh putrinya Lucius, tapi tampaknya kau tidak bisa, bukan? Menaruh rasa cinta lebih pada anak itu. Aku bisa mengerti, Lucius sebagai ayahnya dan kau sebagai ayah baptisnya. "

”Tongkatku yang terbuat dari kayu yew melakukan apa pun yang kuminta, Severus, kecuali membunuh Harry Potter. Dua kali ia gagal. Ollivander mengatakan kepadaku di bawah siksaan tentang dua inti tongkat. Aku diminta menggunakan tongkat orang lain. Aku melakukannya, tapi tongkat Lucius malah hancur saat bertemu Potter.”

“Aku... aku tidak memiliki penjelasannya, Tuanku.”

“Mungkin kau sudah mengetahui jawabannya, Severus. Kau pandai, dan aku menyesali apa yang harus terjadi.”

“Tuanku.”

”Elder Wand tidak dapat melayaniku dengan baik, Severus, karena aku bukan tuannya yang sejati. Elder Wand adalah milik penyihir yang membunuh pemiliknya yang terakhir. Kau pembunuh Albus Dumbledore. Selagi kau masih hidup, Severus, Elder Wand tidak bisa sepenuhnya menjadi kepunyaanku.”

Dengan gerakan cepat, kandang ular itu melingkar di udara. Sebelum Snape bisa berbuat apa pun, ular itu sudah melilitnya, mengikat kepala dan bahunya. Voldemort berbicara dalam Parseltongue, “Bunuh.”

Harry menyaksikan wajah Snape kehilangan semua warna, wajahnya memutih saat taring ular menghunjam lehernya. Snape tampak tidak mampu mengusir kandang bermantra itu, lututnya menyerah, dan ia jatuh ke lantai.

“Aku menyesalinya,” sahut Voldemort dingin. Ia pergi, tak ada rasa sedih padanya, tak ada penyesalan. Ini sudah waktunya meninggalkan gubuk dan mengambil alih, dengan tongkat yang sekarang akan mengerjakan apapun yang dimintanya.

THE RETURN OF THE LOST GIRL  | COMPLETED|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang