09

6K 779 4
                                    


Seumur hidup, Clara belum pernah mengalami jamuan Natal yang sedemikian meriah. Di Aula Besar yang disulap menjadi tempat pesta yang spektakuler, seratus kalkun panggang gemuk berbaris rapi di meja panjang, mengundang selera dengan aroma yang menggugah nafsu makan. Segunung kentang panggang dan rebus berserakan, berpiring-piring chipolata berminyak menambah kemeriahan, serta mangkuk-mangkuk kacang polong bermentega yang menunggu untuk disantap. Di setiap jarak satu meter di sepanjang meja, petasan sihir berjejer, siap meledak dan memberikan kejutan magis.

Clara bergabung dengan Harry dan keluarga Weasley di meja, sementara anak-anak Slytherin kembali ke rumah mereka masing-masing. Clara, yang lebih suka berada di Hogwarts daripada di panti asuhan yang suram, merasa seolah-olah dia baru saja diundang ke sebuah perayaan kerajaan.

Harry, dengan antusias, menarik sebuah petasan sihir. Ketika petasan itu meledak, suara menggelegar seperti meriam mengisi ruangan, diikuti oleh asap biru tebal. Dari dalam asap, muncul topi laksamana merah yang melayang di udara, diiringi oleh beberapa ekor tikus putih hidup yang berlari-lari, membuat semua orang tertawa.

Di Meja Tinggi, Dumbledore telah menukar topi runcingnya dengan topi berbunga-bunga dan tertawa terbahak-bahak mendengarkan lelucon yang dibacakan oleh Profesor Flitwick.

Puding Natal menyala dihidangkan setelah kalkun. Gigi Percy nyaris patah ketika dia menggigit Sickle perak yang terselip di potongan pudingnya. Clara memandang Hagrid yang wajahnya makin lama makin merah sementara dia terus menerus minta tambah anggur, dan akhirnya mencium pipi Profesor McGonagall. Betapa tercengangnya Clara melihat Profesor McGonagall terkikik dan mukanya memerah, topinya miring.

Selama libur Natal, Clara lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan dan kadang-kadang dengan suka rela membantu Profesor Snape di ruangannya. Snape, meskipun terlihat suram, bersedia mengajarkan Clara praktek membuat ramuan, seolah-olah dia baru saja menemukan talenta tersembunyi di antara kegelisahannya.

Anak-anak kembali dari libur Natal, dan Hogwarts kembali ramai dengan aktivitas. Harry, yang baru saja menemukan informasi penting tentang Nicolas Flamel, tampak semakin cemas menjelang pertandingan Quidditch yang akan datang. Kali ini, Snape yang akan menjadi wasit, menambah ketegangan di kalangan tim Gryffindor. Meski nampaknya tim dari asramanya sendiri akan cukup diuntungkan, Clara tetap mendukung Harry meski tidak secara terang terangan dia juga berharap tim slytherin yang akan menang.

Di tribun, Ron dan Hermione telah mendapatkan tempat duduk di dekat Neville, yang bingung mengapa mereka berdua tampak muram dan cemas. Ketika Clara bergabung, Neville terlihat semakin gugup, kakinya gemetar seperti jeli.

"Hai Neville," sapa Clara sambil duduk di samping Hermione, dengan senyum ceria dan semangat yang jelas berbeda dari suasana cemas yang mengelilinginya.

"H-h-hai Clara," jawab Neville, wajahnya memerah dan tubuhnya bergetar seperti daun di hembusan angin dingin.

"Ah, lihat... mereka mulai. Ouch!" Ron mengeluh ketika Malfoy tiba-tiba menyodok belakang kepala Ron dengan kasar. Malfoy, dengan senyum sinisnya, tampak seperti raja dari seluruh lelucon padahal sangat menjengkelkan.

"Oh, maaf, Weasley, aku tidak lihat kau di situ," kata Malfoy dengan nyeringai lebar, sementara Crabbe dan Goyle tertawa terbahak-bahak seperti perutnya habis digelitiki.

"Berapa lama Potter bisa bertahan di atas sapunya kali ini, ya? Ada yang mau bertaruh? Bagaimana kalau kau, Lycoris?" Malfoy menantang Clara dengan nada penuh penghinaan.

Clara tidak menjawab. Snape baru saja memberikan penalti kepada Hufflepuff karena George Weasley telah melempar Bludger kepadanya. Clara yang menyilangkan semua jarinya di atas pangkuan untuk mendapatkan keberuntungan memandang lekat-lekat pada Harry yang berputar-putar mengitari tim yang bertanding,
mencari-cari Snitch.

THE RETURN OF THE LOST GIRL  | COMPLETED|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang