typo ignore.
****
Gak kerasa, keduanya gak tegur sapa selama dia minggu penuh. Vandra udah coba buat terus hubungin wanita itu, tapi dia berakhir kena blok dari Sabrina.
"Na, lu bagian pulang ya? Tunggu bentar dong di sini, gua mau pipis dulu." Hani langsung lari gitu aja ke kamar mandi.
"Iya." Sabrina cuman jawab seadanya.
Penampilan dia gak bisa dibilang baik-baik aja. Mata dia beneran kayak panda, soalnya emang setiap malem nangisin Vandra.
Ibu juga udah tanya ada apa, cuman kata Sabrina gak apa-apa. Biar dia selesaikan urusannya sama Vandra tanpa ada campur tangan orang lain.
"Na mau pulang bareng?" tawar Ardi.
"Gak usah, rumah gua lebih jauh dari lu, Kak. Gak apa-apa, duluan aja gih. Gua nunggu si Hani selesai pipis dulu." Sabrina nolak sambil senyum.
"Sumpah, lu harus selesaikan urusan lu sama dia, Na. Gak baik begitu, gua tau lu gak baik-baik aja." Ardi kasih nasihat.
"Ya kak, gua usahain," jawabnya sambil senyum tipis.
Ardi ngangguk, setelah itu dia tepuk pundak Sabrina pelan.
"Ya udah, gua pulang duluan ya, Na."
"Iya, hati-hati di jalan Kak."
"Siap. Lu juga, jangan banyak ngelamun."
"Oke siap." Sabrina acungin jempolnya.
Kadang Sabrina bingung, mereka gak pacaran tapi kenapa harus sampe begini. Apa dia harus berhenti ya? Apa ini tanda dari Tuhan kalau Vandra bukan yang terbaik buat dia?
"Udah selesai, gih pulang. Btw, gua tadi keluar bentar mau beli cilok, gak sengaja liat si Vandra, kayaknya nunggu lu keluar," kata Hani yang buyarin lamunan Sabrina.
"Hah? Gak lah. Pasti dia kerja ya kali."
"Ya kan siapa tahu."
Sabrina cuman mengedikan bahunya, tanda dia gak tahu dan gak peduli.
Sabrina langsung pake jaket yang biasa dia pake, gendong tas, lalu pergi pulang.
"Ni, gua duluan."
"Yo hati-hati sist."
"Ya, thanks."
Sabrina jalan keluar, kaget emang ngeliat Vandra yang ada depan store dia sekarang.
"Na...." Sabrina nutup matanya denger suara itu.
"Na, saya kangen." Vandra raih tangan Sabrina yang mau pergi dari sana.
"Na, please...." Vandra langsung tarik Sabrina kepelukannya.
Sabrina udah gak tahan, air mata dia keluar gitu aja, dia juga sama rindunya, apalagi sama pelukan hangat ini.
Vandra biarin Sabrina nangis di pelukannya, dia usap-usap punggung Sabrina. Sebenernya ngerasa canggung juga, karena dilihat banyak orang yang lewat depan keduanya.
"Sayang, ayo masuk mobil saya. Gak enak diliatin banyak orang." Sabrina milih nurut, dia nundukin wajahnya, nutupin air matanya yang terus keluar.
Vandra langsung kasih Sabrina tissue. "Coba tatap saya," pintanya.
Sabrina geleng kepala, dia malah milih nunduk terus.
"Na." Vandra tarik wajar Sabrina.
Mata keduanya saling berhadapan. Keduanya saling menyelami manik masing-masing di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra ; ek
Romance[M] Vandra heran, kenapa ada wanita modelan Sabrina. Agresif nomor satu bagi wanita itu. "Mau cium." "Tahu tempat Sabrina." "Ya terus? Orang kan gak bakal peduli. Lagian biar dunia tahu kalau Vandra punya Sabrina seorang." "Kamu gak punya malu?" "...